PDIP Wacanakan Hidupkan Kembali Sistem Pembangunan Semesta Berencana
Ia menjelaskan, penggunaan kembali konsep tersebut akan berimplikasi pada perubahan terhadap UUD 1945.
Penulis: Lendy Ramadhan
Editor: Mohamad Yoenus
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lendy Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) wacanakan penggunaan kembali kosep Pembangunan Semesta Berencana, yang pernah eksis di tahun 1960 hingga 1965, sebagai sistem pembangunan jangka panjang yang berkesinambungan.
Hal tersebut disampaikan Wasekjen DPP PDIP, Ahmad Basarah dalam konfrensi pers, Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I PDIP yang akan digelar di JIExpo Kemayoran 10-12 Januari 2016 mendatang.
Ia menjelaskan, penggunaan kembali konsep tersebut akan berimplikasi pada perubahan terhadap UUD 1945.
"Pembangunan semesta berencana ini sebenarnya sudah ada pada 1960 hingga 1965 kemarin. Hanya saja terhenti karena peristiwa G/30SPKI. Jadi nanti opsi ke depan, akan ada perubahan UUD 1945. Tapi kami masih kaji dulu," ujarnya di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Senin (4/1/2015).
Hal ini diperkuat oleh pendapat ahli sejarah, Asvi Warman Adam, yang turut hadir pada saat itu, yang menyatakan bahwa, pembangunan jangka panjang sangat diperlukan, supaya tiap pergantian presiden, pembangunan tidak berubah-ubah secara total.
"Presiden mempunyai visi dan misi yang disampaikan dalam kampanye, ini yang menjadi landasan pembangunan selama lima tahun. kelemahannya adalah pembangunan itu bisa berubah-ubah tiap lima tahun tanpa ada kesinambungan," katanya.
"Oleh sebab itu dipikirkan, ditawarkan kembali konsep tentang pembangunan yang lebih panjang, pembangunan semesta berencana," tambahnya.
Dengan tema Mewujudkan Trisakti Melalui Pembangunan Semesta Berencana, Rakernas PDIP diharapkan dapat merekonstruksi kembali cita-cita Founding Fathers Indonesia pada saat merancang pembangunan di Bumi Pertiwi.
Acara Rakernas direncanakan akan dihadiri oleh Presiden Joko Widodo dan akan memberikan pengarahan kepada kader PDIP serta akan dibuka oleh Megawati Soekarno Putri dengan memberikan orasi politik. (*)