Pengamat: Tidak Ada Dasar Mengubah Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung ke DPRD
Kristiadi menjelaskan, hasil pemilihan kepala daerah tidak hanya ditentukan oleh sistem, tetapi juga partai politik yang mengusungnya.
Penulis: Lendy Ramadhan
Editor: Mohamad Yoenus
Laporan Wartawan Tribunnews, Lendy Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik, J Kristiadi menyatakan bahwa kualitas kepala daerah tidak bisa dijadikan dasar untuk mengubah Undang Undang Pilkada.
Hal ini diungkapkan dalam diskusi mengenai revisi Undang Undang KPK di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jl Kalibata Timur IVD, No. 6, Pancoran, Jakarta Selatan, Minggu (14/2/2016).
Kristiadi menjelaskan, hasil pemilihan kepala daerah tidak hanya ditentukan oleh sistem, tetapi juga partai politik yang mengusungnya.
"Hampir tidak ada politik perundang-undangan yang jelas setiap produk legislasi kita, tidak ada," katanya.
"Contoh yang paling mudah saja, pilkada, saya ikut mulai awal sampai akhir, sampai nanti kemudian mau direvisi," ujarnya.
"Undang Undang Pilkada itu sebetulnya maksudnya adalah, bagaimana kita bisa, Undang Undang itu menghasilkan kepala daerah yang berkualitas, apa itu berkualitas? Komitmennya, passion-nya menghasilkan kebijakan yang menguntungkan rakyat," katanya.
"Lalu bagaimana, oh diubah, 10 tahun (pemilihan) langsung dianggap tidak bermutu diubah aja, diubah menjadi dipilih oleh DPRD," katanya.
"Tidak ada pilihan dasar yang bisa. Ya yang bisa mengisi bahwa kualitas kepala daerah tidak bisa hanya mengubah sistem pilkada langsung menjadi tidak langsung, tidak ada itu," katanya.
"Karena sumbernya bukan di situ, di mana sumbernya? Sumbernya di tempat lembaga-lembaga (yang) menyiapkan kader-kader terbaik untuk bangsa dan negara, yaitu di partai (politik)," tambahnya.
Dalam diskusi ini, J. Kristiadi menjadi pembicara bersama Pengamat Kepolisian, Bambang Widodo Umar. (*)