Dulu Sering Bolos Sekolah, Kini Aom Karomani Jadi Profesor
Dulu, Aom Karomani kecil sering bolos sekolah hanya untuk main bola. Sejak dihukum sang ayah, ia jadi tahu pentingnya pendidikan.
Editor: Willem Jonata
Laporan wartawan Tribun Lampung, Bayu Saputra
TRIBUNNEWS.COM BANDAR LAMPUNG - Aom Karomani resmi menyandang gelar profesor, hari ini, Selasa (1/3). Ia akan tercatat sebagai guru besar ke-53 di Universitas Lampung (Unila).
Tapi, jauh sebelum merengkuh gelar prestisius tersebut, dosen FISIP Unila itu, ternyata memiliki masa lalu sebagai "anak nakal".
Ia kerap membolos sekolah hanya untuk main bola. Sebagai anak seorang petani di Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten, Aom kecil punya hobi main bola, sama seperti teman-teman seusianya.
”Saking seringnya membolos, ternyata ada yang melapor ke ayah saya. Sebagai bentuk hukuman, ayah mengikat tangan dan kaki saya. Empat jam saya dibiarkan terikat di dalam kamar, dari jam enam sore sampai jam sepuluh malam,” cerita Aom saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (29/2).
Aom mengatakan, sang ayah, Moch Enur, memang sosok yang sangat tegas mendidik anak. Meski sebagai petani, ayahnya ingin Aom bisa merengkuh pendidikan yang lebih baik.
Kejadian itu dijadikan pelajaran berharga bagi Aom untuk memperbaiki diri. Ia juga lebih menghargai pendidikan. Menurutnya, ilmu bisa mengubah semuanya, termasuk harkat dan martabat.
”Dengan pendidikan, ditambah wawasan, siapa pun bisa melihat dunia. Dengan pendidikan, kita akan lebih mudah meningkatkan strata sosial,” jelas Aom.
Dalam upaya meraih gelar guru besarnya, Aom membuat desertasi berjudul "Model Komunikasi Antar Elite Lokal di Banten, Sebuah Refleksi untuk Kajian Komunikasi Antar Budaya di Provinsi Lampung".
Menurutnya, kajian yang diambil pengurus Nahdlatul Ulama (NU) Lampung ini sangat menarik.
”Karena ini mencerminkan sejarah masa lalu. Dengan memahami sejarah, kita akan menjadi seseorang lebih arif,” tuturnya.
Selain itu, kata Aom, desertasi itu juga untuk mengetahui apakah komunikasi di antara elite lokal di Lampung dan Banten sama. Jika dilihat secara historis, kerajaan Banten dan Lampung memiliki kekerabatan yang erat.
”Kerajaan Banten di bawah kepemimpinan Maulana Hasanudin itu sudah menyiarkan Islam di Pugung, Tanggamus, sejak 1530. Kemudian tahun 1552, ketika Sultan Hasanudin dinobatkan sebagai raja Banten, sang raja pun menyiarkan agama Islam dari daerah pesisir Kalianda sampai ke seluruh penjuru Lampung,” beber Aom.