Penemuan Puing Bangunan Belanda yang Pernah Berdiri di Masa Pecahnya Perang Banjar
Ditemukan tujuh umpa atau tiang penyangga yang diduga puing bangunan peninggalan zaman kolonial Belanda di Desa Pengaron,Banjar, Kalsel.
Editor: Willem Jonata
Laporan Banjarmasin Post, Abdul Ghanie
TRIBUNNEWS.COM, MARTAPURA - Balai Arkeologi (Balar) Banjarmasin menemukan tujuh umpa atau tiang penyangga yang diduga puing bangunan peninggalan zaman kolonial Belanda di Desa Pengaron, Pengaron, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Umpa terdiri dari susunan batu bata itu sudah terkubur tanah dan memiliki kedalaman relatif 80 sampai 100 sentimeter dari permukaan tanah.
"Umpa-umpa bata ini mendukung pada bagian atasnya sebuah bangunan," terang Kepala Balai Arkeologi (Balar) Banjarmasin, Bambang Sakti.
Lebih lanjut, Bambang menceritakan material tersebut semula ditemukan dalam kondisi bervariasi. Tujuh umpa dalam kondisi utuh.
"Sementara yang lainnya, dalam kondisi sudah tercerai berai," tuturnya.
Ditengarai, umpa-umpa tersebut merupakan material bagian dari bangunan sebuah asrama tentara Belanda. Bangunan itu, semula kokoh berdiri di masa pecahnya Perang Banjar.
"Diperkirakan bangunan ini ada pada masa pertempuran Pangeran Antasari atau 1859. Bangunan semacam asrama tentara pertahanan Belanda pada saat Perang Banjar meletus," jelasnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, susunan bata tersebut semula ditemukan beracu pada penelitian serupa tahun 2006. Namun, penemuan situs saat itu masih berupa kotak.
"Selain itu beracuan pada buku, di kawasan ini terdapat bangunan tentara pribumi, gudang amunisi, ruang dokter dan lainnya. Penesuluran sebelumnya juga kami gali berdasarkan cerita rakyat," jelasnya.
Namun, tak disangka penemuan situs berupa umpa atau sebuah penyangga bangunan asrama tentara Belanda di Desa Benteng Kecamatan Pengaron rupanya seiring momentum pecahnya perang Banjar yang bertepatan 28 April 1859 silam.
Menurut Ketua Tim Peneliti Balai Arkeologi Banjarmasin, Nugroho mengatakan tentu hal itupun sekiranya dapat menyegarkan kembali ingatan perjuangan pejuang Banjar semasa penjajahan kolonial Belanda.
Sehingga menumbuhkan rasa patrotisme pemuda dan pemudi saat ini dalam memberikan hal positif terhadap Kalsel dan Indonesia pada umumnya.
"Sudah seharusnya kami sebagai Balai Arkeologi menguak segala situs cagar budaya seperti ini. Tentu agar menumbuhkan semangat dan jiwa patrotisme terhadap para pejuang zaman dulu terutama pejuang Banjar, " terang Nugroho.(*)