Muradi dan Pasukannya Dihukum Mati di Pantai Ancol
Mereka pada akhirnya, setelah disiksa selama penahanan oleh Kempeitai, diadili dan dihukum mati dengan cara dipenggal sesuai hukum militer Jepang.
Penulis: Mohamad Yoenus
Tujuannya untuk menguasai Kota Blitar dan mengobarkan semangat pemberontakan di daerah-daerah lain.
Walaupun rencana pemberontakan telah dipersiapkan secara baik, akan tetapi terjadi hal yang tidak diduga.
Tiba-tiba pimpinan tentara Kekaisaran Jepang memutuskan membatalkan pertemuan besar seluruh anggota dan komandan PETA di Blitar.
Selain itu, Kempetai (polisi rahasia Jepang) ternyata sudah mencium rencana aksi Supriyadi dan kawan-kawan.
Alkisah, ketika Sukarno pulang ke Blitar, datanglah beberapa perwira PETA menemuinya.
"Kami sudah merencakan pemberontakan, tetapi kami ingin tahu pendapat Bung Karno sendiri," ujar Shodancho Supriyadi.
Sukarno akhirnya mengeluarkan pendapatnya.
"Pertimbangkanlah masak-masak. Pertimbangkan untung dan ruginya," ujar Bung Karno.
"Saya minta saudara-saudara memikirkan tindakan pemberontakan tidak hanya dari satu segi."
Supriyadi pun menimpali pendapat Bung Karno dengan penuh semangat, "Saya menjamin. Kita akan berhasil!".
Tepat 14 Februari 1945 dini hari pukul 03.00 WIB, pasukan PETA pimpinan Shodancho Supriyadi menembakkan mortir ke Hotel Sakura yang menjadi kediaman para perwira militer Kekaisaran Jepang.
Markas Kempetai juga ditembaki senapan mesin.
Akan tetapi kedua bangunan tersebut sudah dikosongkan, karena pihak Jepang telah mencium rencana aksi pemberontakan PETA.
Supriyadi gagal menggerakkan satuan lain untuk memberontak dan rencana pemberontakan ini pun terbukti telah diketahui oleh pihak Jepang.