Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Budayawan Prie Gs: Enggak Pernah tak Bayangkan Ganjar Jadi Gubernur

“Ganjar itu enggak pernah tak bayangkan jadi Gubernur. Karena bahasa tubuhnya menurutku salah. Sebab dalam bahasa guyonannya, ‘pecicilan’."

Editor: Mohamad Yoenus

Laporan Wartawan Tribun Jateng/M Sofri Kurniawan/M Nur Huda

TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Acara launching dan bedah buku Ganjar Pranowo berjudul "Kontroversi Ganjar" berlangsung meriah di Toko Buku Gramedia Balaikota Lantai 2, Gedung Hotel Amaris, Jalan Pemuda 138 Semarang, Rabu (29/6/2016).

Buku yang mengulas tentang rekam jejak langkah Sang Gubernur Ganjar, ditulis oleh tiga jurnalis yaitu Isdiyanto, Budiono Isman, dan Solikun.

Buku setebal 325 halaman ini diterbitkan oleh Kompas, dengan editor Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jateng, Amir Machmud.

Bedah buku juga menghadirkan narasumber lain di antaranya pakar ilmu komunikasi politik Effendi Ghazali, serta Amir Machmud, dengan moderator wartawan senior Sonya Hellen Sinombor.

Amir Machmud berpendapat, sikap kontroversial Ganjar ini seolah menjadi pendobrak.

Upaya ini jika tidak diawali Ganjar, maka tentu ke depan akan sulit untuk membangun kultur baru di Jateng.

Berita Rekomendasi

Budayawan Prie Gs, mengaku tidak pernah membayangkan seorang Ganjar Pranowo bakal menjadi Gubernur Jawa Tengah.

Penilaiannya pada sosok Ganjar yang sudah ia kenal sejak lama, menurutnya tidak pantas menjadi seseorang yang menduduki jabatan Gubernur.

“Ganjar itu enggak pernah tak bayangkan jadi Gubernur. Karena bahasa tubuhnya menurutku salah. Sebab dalam bahasa guyonannya, ‘pecicilan’. Tapi ada yang lebih salah, Presiden kita itu. Jadi ini langsung tak ngapuro (maklumi),” ujar Prie Gs, yang mengundang gelak tawa.

Namun menurut Prie Gs, ada pesan tersendiri mengenai semangat yang disampaikan Ganjar.

Yaitu membangun integritas dan mengarahkan seseorang untuk bertindak sesuai potensi dalam dirinya dan profesional.

“Di dalam hati saya kemudian berkata, itulah integritas,” ujarnya.

“Perlu ada proses pengawalan mekanisme penjagaan, supaya yang dilakukan Pak Gub juga dilakukan kepemimpinan yang baru (ke depan), entah beliau sendiri (masih menjabat Gubernur Jateng) atau orang lain setelah beliau,” katanya.

Koordinator Tim Penulis, Isdiyanto, dalam pemaparan singkatnya tentang isi buku ini di antaranya, mengulas sejumlah gebrakan Ganjar di awal menjabat hingga dua tahun.

Pemilihan judul, menurutnya, ada beberapa hal yang menginspirasi di antaranya sikap tegas Ganjar yang tanpa kompromi dalam memimpin Jateng.

Ketegasan itu rupanya melahirkan “gegar budaya birokrasi”.

Beberapa contoh di antaranya upaya reformasi birokrasi dengan melakukan lelang jabatan dan membangun kesadaran mengabdi bagi para aparatur negara.

Kemudian konflik dengan DPRD Jateng dari sejak awal menjabat, dan hingga kini ternyata masih terus berlanjut.

Ganjar yang hadir dalam bedah buku ini, mengungkapkan, bahwa buku ini memang mengulas perjalanan singkat hidupnya secara apa adanya.

Dirinya tidak mempersoalkan jika ada pihak yang menilai baik maupun buruk atas sikap yang ia gelorakan.

“Saya biarkan saja apa adanya, mungkin ada orang yang senang, ada orang yang ‘senap’, tapi saya biarkan saja. Ini sungguh perjalanan saya ya isinya kayak gini ini. Ada isinya buruk, tidak disukai, bisa berkontribusi, dan sebagainya,” katanya.

Ia berharap, pesan dalam buku ini bisa dijadikan sebuah ‘dialektika’.

Sementara mengenai konflik dengan sejumlah pihak, semisal DPRD Jateng, menurutnya sikap tersebut hanya sebatas upaya untuk negosiasi politik. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas