Awal Mula Bocah Arya Alami Obesitas hingga 190 Kg
Arya awalnya tumbuh seperti anak-anak di Karawang, Jawa Barat, pada umumnya.
Editor: Mohamad Yoenus
TRIBUNNEWS.COM, KARAWANG -- Arya awalnya tumbuh seperti anak-anak di Karawang, Jawa Barat, pada umumnya.
Semua berubah sejak Arya mulai gemar mengonsumsi minuman dalam kemasan menjelang usia lima tahun.
Arya Permana (10), penderita severe obesity, lahir dengan barat badan normal 3,8 kg.
Seperti anak lainnya, tidak ada yang aneh dengan tumbuh kembang Arya.
"Di usia 4 ke 5 tahun, tumbuh cukup drastis. Pada umur 8 ke 10, naik 72 kg," ujar ayah Arya, Ade, dalam konferensi pers di RS Hasan Sadikin, Bandung, Jawa Barat, Senin (11/7/2016).
Ade menjelaskan, sebelum konsultasi ke dokter, anaknya bisa makan 4 kali sehari. Ia juga kerap mengonsumsi mi instan.
"Kalau mengonsumsi mi instan, makan nasinya berkurang. Jadi mi instan sebagai pengganti nasi," ucapnya.
Namun, Arya sering kesulitan tidur. Ketika susah tidur, sang anak kerap meminum minuman kemasan rasa jeruk. Selama 24 jam, anaknya bisa mengonsumsi minuman kemasan hingga 20 gelas.
Menurut Ade, anaknya akan menangis hingga berguling-guling jika kemauannya untuk minum minuman kemasan tidak dipenuhi.
Setelah berkonsultasi dengan dokter, orangtua Arya membatasi asupan makan sang anak. Dalam sehari, anaknya makan maksimal tiga kali.
"Kalau masih lapar, dikasih pisang dan apel merah. Bisa 6 pisang dan 3 apel," ucapnya.
Ketua Tim Penanganan Pasien Arya, dr Julistyo TB Djais, SpA(K), mengatakan, dari hasil wawancara dengan keluarganya, berat badan pasien pada usia 5 tahun 90 kg.
Saat ini, berat badan Arya mencapai 190 kg.
Arya makan 4-5 kali sehari sebanyak 2 porsi, lauk 1 potong, dan sayur 1 porsi.
Ia makan mi instan tiap hari, dan sekali makan 2 bungkus.
Arya juga gemar mengonsumsi minuman manis kemasan sebanyak 20 kotak sehari dan es krim.
Total kalori yang dikonsumsi dalam sehari menurut dietary recallmencapai 6.000 KKal, sebelum diet dilakukan. Tiga bulan terakhir setelah ia diet, jumlah yang dikonsumsi 3.000 KKal.
Sejak 4 bulan lalu, Arya disarankan diet, dan berat badannya turun 4 kg.
"Sempat cuti perawatan karena Lebaran, sekarang berat badannya naik lagi," kata Julistyo.
Untuk itu, salah satu tugas tim dokter adalah mendidik orangtua untuk menjalani program yang sudah berlangsung di rumah sakit.
Sebagus apa pun pola di rumah sakit, jika ia kembali ke pola makan sebelumnya saat di rumah, maka pengobatan tidak akan berjalan optimal.
"Dari hasil googling, Arya masuk dalam anak terberat di dunia," ucapnya.
Untunglah, sampai saat ini tidak ada penyakit komplikasi akibat obesitas yang dideritanya. Lemak di tubuh Arya baru menumpuk di bawah kulit.
Tim yang beranggotakan 13 dokter spesialis akan berupaya menurunkan berat badannya.
Ke-13 dokter berlatar belakang bidang gizi anak, endokrin anak, tumbuh kembang anak, patologi klinik, radiologi, bedah anak, ortopedi, psikiatri anak, gizi, dan rehabilitasi medik.
Lihat video di atas. (Tribun Jabar/Kompas.com/Kompas.TV)