Ungkapan Hati Tiga Terpidana Mati untuk Presiden Jokowi: Mengapa Tetap Membunuh Kami Seperti Ayam
Why Indonesia government still kill us like chickens. But the other nationalities, men to be touch, they had been removed from the list.
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Mohamad Yoenus
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tiga terpidana mati asal Nigeria, yaitu Seck Osmane, Humprey Ejike, dan Michael Titus Igweh sempat menuliskan ungkapan hati mereka menjelang eksekusi mati di Pulau Nusakambangan, Kamis (28/7/2016).
Surat yang dibacakan oleh pendamping rohani para eksekutor mati, Karina atau Rina tersebut sempat mempertanyakan kenapa pemerintah Indonesia tetap membunuh mereka seperti ayam.
“Why Indonesia government still kill us like chickens (mengapa pemerintah Indonesia tetap membunuh kami seperti ayam). But the other nationalities, men to be touch, they had been removed from the list (sementara warga negara lain tidak disentuh dan dicoret dari daftar),” ucap Rina membacakan isi surat tersebut.
Para terpidana juga bertanya apakah mereka dihukum mati karena berkulit hitam dan dari Nigeria, negara yang tidak memiliki hubungan kerja sama dengan Indonesia.
“Jadi mereka merasa gundah, lantaran hanya mereka berempat yang dieksekusi. Sementara 10 terpidana lainnya belum dieksekusi,” keluh Rina.
Menurut Rina, mereka mengatakan hal itu juga karena tahu di Nusakambangan banyak terpidana mati yang segala proses hukumnya sudah ditolak dan tinggal dieksekusi namun tidak pernah dilakukan.
Berikut empat terpidana mati yang dieksekusi pada Jumat (29/7/2016) dinihari:
1. Freddy Budiman (Indonesia)
Freddy merupakan pengedar narkoba yang cukup gesit. Pasalnya, setelah tertangkap pada 2009 karena kepemilikan 500 gram sabu, ia kembali kedapatan menyimpan ratusan gram sabu tahun 2011.
Belum habis masa tahanannya, lagi-lagi ia tersangkut kasus narkoba di Sumatera. Bahkan, di balik jeruji besi, Freddy masih mengatur peredaran narkoba.
2. Seck Osmane (Nigeria)
Osmane tertangkap tangan memiliki 2,4 kilogram heroin di sebuah apartemen di Jakarta Selatan.
Ia pun divonis hukuman mati oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juli 2004.