Inilah Kelompok Masyarakat yang Tidak Diuntungkan
Aria Indrawati menyebutkan selama ini penyandang disabilitas tidak pernah disertakan dalam proses
Penulis: Bahri Kurniawan
Editor: Gusti Sawabi
TRIBUNNEWS.COM, NUSA DUA - Kelompok-kelompok masyarakat pesisir, buruh migran, masyarakat miskin di perbatasan, kaum lesbian, gay, bisexsual dan transgender (LGBT) adalah kelompok-kelompok yang tidak diuntungkan dalam Millenium Development Goals (MDGs).
Demikian Ruby Kholifah, Wakil Ketua Koalisi Non-Goverment Organization (NGO) Indonesia untuk Agenda Pembangunan Pasca 2015, berbicara di depan Global CSOs Forum on Post-2015 Development Agenda (Pertemuan Global Organsiasi-Organsiasi Masyarakat Sipil Sedunia) yang dibuka di Nusa Dua, Bali, Sabtu (24/3/2013).
“Isu kelompok-kelompok masyarakat dunia yang tidak diuntung oleh MDGs ini akan dibawa ke Pertemuan High Level Panel(HLP). Kami akan mendorong, untuk Asia, pembangunan harus dijalankan dalam konteks Asia, dalam forum ini akan dibahas bagaimana menjalankan pembangunan manusia dalam konteks Asia,” katanya.
Senada juga diungkapkan oleh Anis Hidayah, aktivis Migrant Care, dan Aria Indrawati, Manager Public Relation Yayasan Mintra Metra. Buruh dan kelompok penyandang disabilitas tidak pernah ditempatkan secara khusus dalam isu pembangunan global.
“Padahal mereka ada dimana-mana. Mobilitas manusia ini seharusnya menjadi isu penting dalam dinamika kependudukan. Mereka juga paling rentan terkena kekerasan. Padahal mereka menghasilkan kontribusi yang besar untuk pembangunan. Kita ingin memastikan hak-hak mereka juga masuk dalam agenda ini,” jelas Anis Hidayah.
Sementara Aria Indrawati menyebutkan selama ini penyandang disabilitas tidak pernah disertakan dalam proses apalagi menjadi isu penting untuk diperhatikan untuk masuk dalam MDG’s.
“Kami 21%-nya dari warga dunia, apakah itu tidak penting. Baru-baru ini saja, sejak di New York eksistensi dan suara kami mulai dilihat dan didengar. Kami hanya menuntut sederhana, soal layanan publik, layanan kesehatan, pendidikan, semuanya bagi disabilitas. Nyatanya kepentingan kami tidak pernah disebutkan dengan jelas dalam agenda ini,” jelas Aria.
Pertemuan Global Organsiasi-Organsiasi Masyarakat Sipil Sedunia di Nusa Dua, Bali ini adalah pertemuan pendahuluan untuk menyusun masukan-masukan bagi pembangunan masyarakat miskin dunia, dalam pertemuan High Level Panel (HLP) of Eminent Person, Agenda Pembangunan Pasca 2015 di Nusa Dua, 25 hingga 27 Maret mendatang. HLP adalah panel yang menjalankan program-program Millenium Development Goals (MDGs).
Pertemuan HLP di Nusa Dua akan dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Perdana Menteri Inggris David Cameron dan Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf. Mereka ditunjuk Sekjen PBB Ban Ki-moon untuk memimpin HLP. HLP mengundang Civil Society Organization (CSO) sedunia untuk membicarakan agenda pembangunan dunia.
CSO adalah kelompok atau organisasi non-pemerintah yang di Indonesia dikenal sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM). Namun CSO merupakan identifikasi untuk organissi yang lebih luas, di samping LSM, orgnisasi berbasis komunitas, juga termasuk organsiasi buruh, organisasi masyarakat dan lain-lain.
Kerjasama antara CSO dengan pemerintah menjadi trend belakangan ini. Salina Sanou, seorang aktifis CSO dari Kenya, mengatakan kebanyakan pemerintah di benua Afrika mengajak banyak CSO untuk bergabung bersama pemerintah masyarakat yang terpinggirkan.
Terkait dengan dilibatkannya CSO dalam agenda pembangunan oleh PBB dikritik oleh Norma Maldonado, aktifis CSO dari Guatelama. “PBB dikritik sudah kehilangan legitimasi. PBB berusaha mengajak CSO dalam bentuk forum yang dilabeling sebagai konsultasi sebagai upaya mendapat legitimasi dari publik,” katanya.
Norma adalah aktifis CSO Guatemala yang memperjuangkan penghapusan kemiskinan di negaranya. Ia datang ke Bali untuk menyuarakan suara orang-orang miskin di Guatemala dan kritiknya tentang MDGs. “MDGs adalah lelucon besar dunia. Dan para pejabat PBB adalah para badutnya,” katanya.
Ini adalah kritik pedas bagi HLP, bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, David Cameron, Ellen Johnson Sirleaf, para pemimpin HLP, juga kritik untuk Ban Ki-moon, Sekjen PBB.
Salah seorang direktur dari Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Yanuar Nugroho yang juga berbicara di forum ini meminta agar CSO fokus pada komunike yang dideklarasikan di Monrovia yakni tentang pembangunan yang berkelanjutan, penyediaan lapangan kerja dan perlindungan lingkungan. “Kita tidak bisa memuaskan semua orang, tapi yang terpenting bagaimana isu yang dibawa CSO bisa disepakati HLP,” katanya.
Menurut Yanuar hal yang perlu digaris bawahi adalah kita tidak bisa meninggalkan MDGs. Tapi sekarang kita akan membicarakan post-nya. MDGs memang tidak sempurna, tapi harus diakui itu tetap membantu. Soal pencapaian masih bisa diperdebatkan,” ujar Yanuar.