Pemerintah RI Perlu Kerja Keras untuk Memperbaiki Daya Saing Global
Bagi sebuah negara, daya saing menjadi salah satu parameter ketahanan dalam menghadapi tantangan pembangunan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia kini perlu bekerja keras untuk memperbaiki daya saing global.
Apalagi,di era globalisasi dan perdagangan bebas, negara-negara di dunia terus berlomba-lomba mendongkrak daya saing agar semakin kompetitif dalam berbagai sektor.
Bagi sebuah negara, daya saing menjadi salah satu parameter ketahanan dalam menghadapi tantangan pembangunan dan kemajuan bangsa lewat kekuatan ekonomi, politik, budaya bahkan kekuatan militer.
Terlebih lagi berdasarkan “The 2017 IMD World Competitiveness Yearbook” oleh International Institute for Management Development (IMD), sebuah sekolah bisnis terkemuka dunia yang berbasis di Swiss, Indonesia menempati posisi terakhir di antara negara-negara ASEAN yang di kaji dalam “Yearbook” tersebut.
"Kendati pada tahun ini terjadi peningkatan peringkat daya saing Indonesia ke rangking 42 dari rangking 48 di tahun 2016, tetapi hal tersebut belum mampu mendongkrak negara kita keluar dari posisi buncit di antara negara-negara ASEAN," kata Chairman Center for Islamic Studies in Finance, Economics and Development (CISFED), Farouk Abdullah Alwyni dalam pernyataan persnya, Jumat(16/6/2017).
Diantara negara-negara kawasan ASEAN, Singapura menduduki peringkat tertinggi yaitu berada pada posisi ke-3, disusul Malaysia (24), Thailand (27), serta Filipina di posisi ke 41 tepat di atas Indonesia (42).
Posisi negara-negara di kawasan Asia Pasifik lainnya umumnya juga di atas Indonesia seperti Hong Kong (1), Taiwan (14), New Zealand (16), Tiongkok (18), Australia (21), Jepang (26), dan Korea Selatan (29).
Menurut Farouk, meski pemerintahan Jokowi-JK terus berupaya melakukan pembenahan di berbagai bidang, nyatanya hasil yang didapatkan belum cukup untuk mendongkrak rangking kita ke level tertinggi di tahun 2014 (37), apalagi untuk mengejar Malaysia dan Thailand.
Dalam beberapa sub-indikator, daya saing Indonesia tertinggal di banding negara-negara tetangga khususnya di area efisiensi pemerintahan, efisiensi bisnis, dan infrastruktur.
“Dalam hal efisiensi pemerintahan, persoalan utama Indonesia adalah kerangka institusional, hukum bisnis, dan kerangka sosial. Kerangka institusional yang perlu perbaikan serius adalah penciptaan kerangka regulasi dan birokrasi yang kondusif terhadap bisnis (tidak ribet dan‘complicated’), pemerintahan bersih dan bebas korupsi, dan kepastian hukum,” jelas Farouk.
Farouk menambahkan bahwa kecenderungan di mana terjadi pelemahan KPK di satu sisi dan politisasi KPK di sisi lain semuanya mengirimkan tanda-tanda yang negatif bagi perbaikan daya saing Indonesia di level internasional.
“Kita tidak bisa menganggap remeh kasus seperti kriminalisasi Novel Baswedan ataupun Pansus KPK yang telah di sorot media internasional sebagai satu persoalan korupsi yang serius di Indonesia,” ujar Farouk.
Untuk memperbaiki daya saing secara signifikan di pemerintahan dalam jangka menengah dan panjang, lanjut Farouk, Indonesia mutlak memerlukan kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman yang bersih, efisien, dan profesional yang dapat menegakkan kepastian hukum bagi masyarakat.
Di area efisiensi bisnis, Farouk menyoroti kebutuhan pembukaan akses keuangan yang lebih merata kepada bisnis baik dari perbankan, lembaga keuangan non-bank, ataupun pasar modal.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.