Marak Anak Muda Pakai Pinjol, Berpotensi Galbay hingga Gunakan Joki
Pengguna layanan pinjol didominasi oleh anak muda. Namun, peminjam yang kesulitan bayar juga kebanyakan anak muda.
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dirilis OJK pada 2022 mencatat, literasi keuangan di Indonesia memang masih berada di angka yang relatif rendah, yaitu 49,68 persen.
Rendahnya literasi keuangan masyarakat Indonesia membuat keberadaan layanan pinjol menjadi polemik. Bahkan, tak sedikit masyarakat mudah memercayai misinformasi seputar pinjol di media sosial tanpa mengecek kebenarannya.
Banyak pemberitaan mengenai berbagai ancaman yang mengintai nasabah apabila tidak mampu melunasi cicilan pinjol. Selain itu, ada juga nasabah pinjol yang merasa dirugikan dengan besaran bunga yang dianggap tak masuk akal. Namun, masyarakat tidak mengecek lebih lanjut apakah layanan yang digunakan sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Baca Juga: Ramai Soal Tagihan Pinjol, Kenali Jenis-Jenis Biaya Layanan Pinjaman Online
Pasalnya, melansir laman resmi ojk.go.id, OJK memperbolehkan pihak penyedia pinjol resmi atau peer-to-peer (P2P) lending legal untuk melakukan penagihan bagi nasabah yang telat membayar cicilan, tetapi tidak menggunakan ancaman kekerasan.
Oleh sebab itu, apabila ada nasabah yang menerima ancaman dari pihak pinjol, kemungkinan mereka menggunakan layanan pinjol ilegal yang tidak diawasi oleh OJK.
Terkait bunga, besaran bunga yang ditawarkan oleh penyedia pinjol atau P2P lending bisa bervariasi. Apabila ada keterlambatan membayar, bunga atau dendanya bisa bertambah. Oleh karena itu, OJK selalu mengimbau masyarakat agar mencermati kontrak perjanjian sebelum meminjam, termasuk besaran bunga dan denda bayarnya.
Edukasi masyarakat dapat menjadi solusi
Layanan pinjol dapat dikatakan bagai dua sisi mata uang. Di satu sisi, layanan ini dapat memudahkan masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap layanan perbankan untuk mendapatkan pendanaan, baik untuk memenuhi kebutuhan maupun mengembangkan usaha, khususnya masyarakat yang unbankable.
Di sisi lain, kemudahan akses pinjaman yang ditawarkan terkadang membuat masyarakat terlena untuk meminjam tanpa memperhitungkan kemampuan untuk melunasinya. Akibatnya, mereka berisiko terjebak jeratan utang yang terlalu berat sehingga tak mampu membayar cicilannya.
Baca Juga: 6 Batasan Finansial yang Perlu Dipatuhi oleh Pasangan Menikah
Agar masyarakat dapat memanfaatkan layanan pinjol dengan tepat, berbagai perusahaan fintech di Indonesia pun terus berupaya untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat. Hal ini dilakukan pula oleh perusahaan P2P lending AdaKami.
Brand Manager AdaKami Jonathan Kriss mengatakan, selain meningkatkan literasi keuangan, pihaknya juga fokus meningkatkan literasi digital karena masyarakat Indonesia masih rentan terhadap misinformasi di ruang digital.
“Kemampuan dasar yang harus dimiliki tidak hanya terbatas dalam mengatur keuangan dengan bijak, tapi juga kemampuan mencari dan mencerna dan membagikan informasi yang berdasar dan terpercaya,” kata Jonathan.