TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (Ditjen PPI), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan serah terima alat pendeteksi kandungan refrigerant (refrigerant identifier) kepada Bea Cukai dalam kegiatan pelatihan pengawasan impor bahan perusak ozon (BPO), pada Senin (18-11-2019) di Jakarta Barat yang juga diikuti oleh berbagai Kementerian/Lembaga lainnya.
Untuk memperkuat kapasitas para petugas Bea Cukai dalam mencegah perdagangan ilegal BPO dan sistim pendingin berbasis CFC dan HCFC ke Indonesia, Ditjen PPI bermaksud untuk melengkapi para petugas Bea Cukai di lapangan dengan alat refrigerant identifier.
Baca: Bea Cukai Awasi Impor Tekstil dan Produk Tekstil
Alat ini merupakan alat portabel yang berfungsi untuk mengidentifikasi jenis, komposisi, konsentrasi, dan kemurnian refrigerant dalam bentuk gas.
Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Perdagangan, telah melarang impor produk berbasis sistim pendingin seperti AC, lemari pendingin dan lemari beku yang menggunakan CFC dan HCFC.
Sementara untuk BPO sendiri, Pemerintah telah mengatur tata niaga impornya yang saat ini sedang dalam proses revisi. Para petugas Bea Cukai menjadi garda terdepan dalam menjaga masuknya barang-barang tersebut ke Indonesia.
Baca: Rokok Ilegal Jadi Komoditas Terbanyak yang Diusut Bea Cukai
Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi menyatakan bahwa sejak tahun 1992 sampai sekarang, Bea Cukai telah menjadi salah satu mitra KLHK yang membantu kegiatan pengendalian dan pengawasan impor BPO dan impor AC, lemari pendingin serta lemari beku (cold storage).
“Penurunan konsumsi HCFC ini dapat dicapai melalui pengendalian impor yaitu dengan membatasi dan menurunkan target alokasi impor nasional HCFC setiap tahunnya,” ujar Heru.
Dengan adanya pembatasan dan penurunan alokasi impor nasional HCFC, berpotensi untuk menyebabkan masuknya BPO melalui cara-cara yang tidak tepat/legal.
Baca: Operasi Jaring Wallacea 2019 Ditutup, Bea Cukai Rencanakan Patroli Laut 2020
“Barang diselundupkan dengan berbagai modus antara lain menggunakan tabung refrigerant Hydrofluorocarbon (HFC), penggunaan pos tarif yang berbeda, atau masuk melalui pelabuhan yang tidak resmi,” jelas Heru.
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Ruandha Agung Sugardiman, menyatakan bahwa dengan diserahkannya 20 unit refrigerant identifier diharapkan dapat membantu petugas Bea Cukai melaksanakan pengawasan masuknya BPO dan unit sistim pendingin pada pelabuhan impor BPO dan pelabuhan di daerah perbatasan yang berpotensi menjadi pintu masuk penyelundupan BPO.
Baca: Bea Cukai Tasikmalaya Fasilitasi Ekspor Perdanan Cocopeat Block ke Jepang
“Diharapkan para petugas di lapangan mendapatkan pengetahuan yang jelas dan mudah mengenali BPO serta sistim pendingin yang dikendalikan impornya, sehingga dapat meningkatkan pengawasannya terhadap impor barang tersebut,” ungkapnya.
Adapun dampak penipisan lapisan ozon stratosfer menyebabkan peningkatan radiasi Ultraviolet (UV) sampai ke permukaan bumi, yang dapat membahayakan kelangsungan kehidupan di bumi, baik terhadap manusia, hewan, tanaman, hingga ke ekosistem perairan. (*)