TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakad dengan keputusan Menteri ESDM Jero Wacik yang membatalkan rencana program Sehari Tanpa BBM Bersubsidi yang akan diterapkan Minggu (2/11/2012) mendatang.
Bila program ini tetap diteruskan, maka bisa menimbulkan gejolak sosial, karena premium tidak dijual di SPBU. "Setuju sekali dengan pak Menteri, keputusan yang bijak. Karena rencana tersebut rawan gejolak sosial," ungkap Anggota Komisi VII DPR dari Golkar, Bobby Adhityo Rizaldi kepada Tribunnews, di Jakarta, Selasa (27/11/2012).
Selanjutnya, kata dia, pemerintah harus fokus pada kegiatan pengaturan permintaan (demand control), upayakan sistem distribusi tertutup dan mengurangi disparitas harga.
Karena itu Bobby menilai keliru instruksi Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) ke pengusaha SPBU agar tak menjual bahan bakar minyak (BBM) subsidi pada 2 Desember.
"Namanya pengaturan, bukan menutup akses ke BBM subsidi, tapi diatur siapa penggunanya," ujar politisi.
Kalau kebijakan ini diterapkan, Bobby mempertanyakan nasib kendaraan niaga yang non-stop harus jalan. Belum lagi antrean kendaraan bermotor pada 1 Desember mendatang dan hal lainnya. "Bila ini dibiarkan, nanti akan muncul lagi hari tanpa BBM subsidi, atau seminggu tanpa BBM subsidi," imbuhnya.
Menurutnya, pemerintah seharusnya melakukan 'demand control'. Misalnya, identifikasi siapa yang seharusnya dapat BBM subsidi, diversifikasi, atau melakukan distribusi tertutup.
Kebijakan tidak menjual BBM subsidi pada 2 Desember mendatang, menurut Bobby merupakan kebijakan 'mudah' yang diambil pemerintah. Cara 'mudah' itu malah membebankan kerumitan pengaturan BBM subsidi kepada masyarakat.
Sebelumnya, anggota Komite BPH Migas Ibrahim Hasyim menuturkan, program ini dilakukan untuk mengajak masyarakat berhemat. "Tujuannya bukan untuk mengendalikan volume BBM subsidi, tapi untuk mengajak masyarakat berhemat," ucap Ibrahim.
Terkait gerakan ini, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Evita Herawati menyatakan, saat ini pihaknya tengah membahas pelaksanaan gerakan nasional sehari tanpa BBM bersubsidi.
BPH Migas sebelumnya memperkirakan, realisasi konsumsi BBM bersubsidi hingga akhir tahun akan mencapai 45,375 juta kiloliter. Jumlah itu tiga persen di atas kuota yang telah ditetapkan dalam APBN-P 2012, sebesar 44,04 juta kiloliter.
Kuota BBM bersubsidi sebanyak 44,04 juta kiloliter merupakan kuota yang disetujui DPR pada September 2012, setelah pemerintah meminta tambahan kuota premium sebanyak 3,43 juta kiloliter, dan solar 1,11 juta kiloliter.
Dari prognosa realisasi BBM bersubsidi yang disampaikan BPH Migas kepada Komisi VII DPR beberapa waktu lalu, konsumsi BBM subsidi jenis premium diperkirakan akan mencapai 28,196 juta kiloliter, atau 1,3 persen lebih tinggi dari kuota premium dalam APBN-P 2012, sebanyak 27,84 juta kiloliter.
Sedangkan realisasi konsumsi BBM jenis solar hingga akhir tahun mencapai 16,041 juta kiloliter, atau 6,9 persen lebih tinggi dari kuota solar dalam APBN-P 2012 sebanyak 15 juta kiloliter.
Namun, kenyataannya, persediaan bahan bakar minyak (BBM) subsidi yang dimiliki pemerintah, dikabarkan semakin menipis. Jika Pertamina tidak pintar-pintar mensiasatinya, persediaan BBM subsidi diprediksi hanya tersisa sampai 22 Desember 2012.(*)
BACA JUGA: