TRIBUNNEWS.COM - Situs kependudukan Jepang sudah menjadi piramida terbalik. Jumlah usia lanjut (lansia) jauh lebih banyak ketimbang anak mudanya. Diperkirakan banyak pihak, Jepang sendiri akan mengalami kekurangan 40.000 tenaga perawat saat ini, dan jumlah kekurangan itu pun akan terus bertambah menjadi sekitar 450.000-550.000 pada tahun 2014 mendatang.
Kementerian tenaga kerja Jepang mulai melangkah lebih aktif lagi kini menghadapi kekurangan tersebut. Antara lain dengan mengantisipasi kedatangan tenaga kerja Indonesia (TKI) khususnya tenaga perawat dan pekerja penopang lansia, karena sejak 11 Desember 2007, parlemen Jepang telah mensahkan masuknya TKI tersebut sekitar 1.500 orang.
Dimulai dengan 200 perawat dan 300 PPL (Pekerja Penopang Lansia) yang biasa disebut Care Workers diterima dengan hangat di Jepang sejak tahun 2008 dan tahun 2009. Saat ini sudah lebih dari 36 perawat Indonesia memperoleh sertifikat nasional keperawatan Jepang.
Lalu apa ketentuan paling penting supaya bisa ke Jepang? Bagi perawat tentu harus memiliki Sertifikat Perawat misalnya lulus dari Akademi Perawat dan memiliki pengalaman sebagai perawat di rumah sakit atau klinik di Indonesia.
Hal serupa berlaku bagi PPL, harus memiliki Sertifikat Kelulusan sebagai PPL. Misalnya lulus Sekolah Kejuruan yang khusus menangani perawatan bagi kalangan usia lanjut usia, serta pengalaman membantu kalangan lanjut usia seperti pengalaman kerja di Rumah Jompo di Indonesia.
Terpenting, semua ini hanya diatur oleh kementerian tenaga kerja (naker) Indonesia. Tidak ada dan tidak mungkin perusahaan yang ada di Indonesia mengirimkan langsung perawat ke Jepang, tanpa melalui kementerian naker Indonesia. Visa Perawat untuk menjadi perawat di Jepang hanya mungkin lewat pintu pengiriman kementerian naker Indonesia.
Dengan sertifikat dan pengalaman perawat tersebut, masih belum menjamin sepenuhnya pekerjaan di Jepang. Penguasaan bahasa harus dilakukan sejak dini. Sebuah lembaga bahasa Jepang di Indonesia juga menyediakan program bagi perawat yang mau ke Jepang yaitu Pandan College. Selain mengajarkan bahasa Jepang juga mengajarkan tata krama, adat istiadat, budaya Jepang.
Tiga hal inilah kunci utama kita dapat ke Jepang untuk bekerja dengan baik. Sertifikasi, pengalaman, dan penguasaan bahasa Jepang.
Di lain pihak pemerintah Indonesia melalui kementerian naker diperkirakan juga akan menyeleksi ketat calon TKI, misalnya dari segi fisik. Hal ini karena Jepang memiliki empat musim. Terutama musim dingin merupakan musim yang mematikan, sangat dingin sehingga banyak yang sakit atau bahkan meninggal di saat musim dingin di Jepang.
Kekurangan perawat di Jepang itulah sebagian akan diisi oleh TKI dari Indonesia khususnya tenaga perawat Indonesia. Sementara orang Indonesia sendiri yang dapat berbahasa Jepang saat ini hanya sekitar 90.000 orang atau sekitar 0,036 persen dari populasi Indonesia. Terlalu sedikit.
Saat ini jumlah pekerja di Jepang sudah 67 juta jiwa dan akan terus menurun menjadi hanya 10 juta jiwa pada tahun 2030. Hal ini karena keluarga muda Jepang jarang yang memiliki keinginan untuk punya anak. Keberadaan anak masih dianggap beban bagi keluarga di Jepang karena biaya hidup yang tinggi. Jangan heran untuk merangsang semakin banyak anak di beberapa propinsi di Jepang, misalnya di Oita perfektur, menghadiahkan emas murni langsung kepada keluarga yang memiliki anak lebih dari dua orang.
Perhatian Khusus TKI
Perhatian khusus Jepang kepada TKI karena citra manusia Indonesia yang relatif lebih baik ketimbang manusia negara lain, khususnya yang sama-sama dari Asia. Citra TKI adalah pekerja yang baik, rajin dan tidak menuntut macam-macam kecuali kerja dengan rajin dan memperoleh upah sesuai yang dikerjakannya. Lain dengan pekerja negara lain yang seringkali meminta uang dulu barulah mau bekerja.
Dalam hal keagamaan, pemerintah Jepang kini mulai memperhatikan soal Islam karena masyarakat Indonesia mayoritas Islam.
Karena itu dalam kunjungan TKI ke Jepang, khususnya ke rumah sakit atau panti jompo di Jepang, tempat penerima TKI tersebut diharuskan Depnaker Jepang nantinya agar menyediakan ruangan khusus bagi TKI yang mau salat.
Demikian pula soal makanan akan menjauhkan atau memberikan perhatian utama kepada hal-hal yang tidak halal seperti babi. Penerima TKI akan selalu diingatkan terlebih dulu akan hal tersebut sehingga komunikasi dan hubungan manusia yang lebih baik diharapkan dapat terjalin dengan baik.
Memang Jepang penuh dengan perencanaan matang serta jangka panjang. Apa pun yang akan terjadi di masa datang telah dipikirkan sejak dini sehingga diharaplan tidak akan terjadi perselisihan atau ketegangan apa pun di masa datang. Hal inilah seringkali kurang dipikirkan negara non-Jepang sehingga muncul banyak dampak tidak baik pada akhirnya. Misalnya banyak kita dengar adanya pemerkosaan TKI di Arab Saudi dan sebagainya. Hal seperti inilah mungkin tidak akan terjadi di Jepang karena semua sudah dipersiapkan matang dengan berbagai pemisahan lelaki dan wanita nantinya di tempat kerja.
Kini bagi Indonesia hal ini adalah kesempatan baru yang sangat baik, bekerja di negeri Sakura, tetapi juga sekaligus menjadi tanggungjawab besar bagi kita semua agar dapat menjaga citra nama negara Indonesia tetap baik di Jepang. Janganlah sampai kesempatan emas ini tercoreng hanya gara-gara satu atau dua orang yang melakukan tindakan tidak terpuji di Jepang. Untuk itu tentu pengenalan budaya Jepang sangat perlu dipelajari bagi TKI yang memang serius ingin ke Jepang.
Informasi lengkap lihat: http://www.tribunnews.com/topics/tips-bisnis-jepang.
Konsultasi, kritik, saran, ide dan segalanya silakan email ke: info@promosi.jp
*) Penulis adalah CEO Office Promosi Ltd, Tokyo Japan, berdomisili dan berpengalaman lebih dari 20 tahun di Jepang