TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penunjukan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Hutama Karya sebagai pelaksana pembangunan jalan tol Trans Sumatera dipertanyakan kriterianya.
“Ada apa ini, masa pemerintah mau menyuntik dana Rp 5 triliun untuk pembangunan tol Trans-Sumatera kepada Hutama Karya tanpa seleksi apapun,” kata Peneliti Senior Indonesian For Public Trust, Budi Kusuma, Rabu (17/7/2013).
Budi menilai, penetapan jalur tol Trans-Sumatera sebagai layak ekonomis dan tidak layak finansial, serta penunjukan Hutama Karya sebagai kontraktor pembangunan jalan tol itu tidak memiliki alasan yang jelas, dan sangat tidak transparan.
Dosen dan Ketua Jurusan Administrasi Publik Universitas Nasional Jakarta ini tidak percaya jika dikatakan jalur Trans-Sumatera itu hanya layak ekonomi namun tidak layak finansial. Jika pemerintah memberikan kesempatan yang cukup kepada perusahaan swasta maupun BUMN yang lain untuk mengajukan proposal dalam investasi membangun jalan tol Trans-Sumatera pasti banyak yang mau.
Budi pun menyayangkan jika benar pemerintah berencana mengucurkan dana Rp 5 triliun untuk pembangunan tol Trans-Sumatera itu.
Menurut dia, dengan dana sebesar itu lebih bermanfaat jika digunakan untuk kepentingan yang langsung meningkatkan kesejahteraan rakyat Sumatera, bukan untuk jalan tol yang mungkin hanya akan dirasakan manfaatnya oleh para pemilik mobil.
Peneliti Indonesian For Public Trust itu menyarankan sebaiknya pelaksana pembangunan jalan tol Trans Sumatera dilakukan melalui mekanisme terbuka dengan sistem beauty contest seperti yang sudah berlaku saat ini, sehingga yang terpilih kelak adalah pelaksana terbaik yang bisa dipertanggung jawabkan, dan diketahui oleh semua stakeholder.