TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Terhitung bulan depan, Bank Indonesia (BI) resmi memberlakukan uang muka tambahan Kredit Perumahan Rakyat (KPR) di bank konvensional dan syariah. Ini tentunya akan menimbulkan perlambatan pertumbuhan pembiayaan. Unit Usaha Syariah (UUS) PT Bank Permata Tbk (BNLI) memperhitungkan bahwa hal tersebut dapat membuat pembiayaan perumahannya jatuh 40 persen.
“Dengan adanya aturan itu, kami pasti kena,” ucap Head of Permata Syariah, Ahmad K. Permana, kepada KONTAN.
Pasalnya, pembiayaan perumahan di PermataBank Syariah sebagian besar untuk rumah premium. Rata-rata harga rumah yang bank ini biayai berada di kisaran Rp 1 miliar. Permana pun menyadari bahwa rumah harga tersebut biasanya bukanlah KPR pertama dan cenderung memiliki tujuan spekulasi.
Rencananya, BI akan mengenakan tambahan uang muka bagi KPR kedua, ketiga, dan seterusnya. Untuk KPR kedua di atas tipe 70 meter persegi, uang muka yang dikenakan pada nasabah menjadi 40%. Lalu KPR ketiga dengan tipe di atas 70 meter persegi, uang mukanya yakni 50 persen. BI memberlakukan aturan tersebut untuk mengerem spekulasi properti.
Sayangnya, Permana mengaku tak ingat berapa pertumbuhan pembiayaan perumahan di Permata Syariah. Namun ia bilang bahwa peningkatannya sangat kencang, bahkan lebih tinggi dibanding pertumbuhan total pembiayaan Permata Syariah yang melonjak 136 persen.
Pada semester pertama ini, pembiayaan yang Permata Syariah salurkan yakni Rp 11,28 triliun. Jumlah tersebut meningkat dari Rp 4,78 triliun di periode yang sama tahun lalu. Di situ, KPR memiliki peran besar terhadap tumbuhnya pembiayaan.
Untuk mengatasi perlambatan pembiayaan sebagai dampak ketentuan BI tersebut, Permana sadar bahwa pihaknya harus mulai mengatur strategi. “Masih kami formulasikan antisipasinya,” ucap Permana. (Annisa Aninditya Wibawa)