TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) menyampaikan, data video yang diberikan Mantan Direktur Utama, IM2 Indar Atmanto sebagai pelapor bisa menjadi informasi yang kuat untuk menelusuri pelanggaran kode etik para hakim selama persidangan dibandingkan jenis bukti-bukti yang lain.
Hal tersebut disampaikan oleh Jaja Ahmad Djayus, Ketua Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) KY usai menerima laporan pengaduan dikantornya, Senin (9/9/2013). Selain video, Jaja juga menerima salinan putusan, foto, kronologis dan bukti tertulis pelanggaran hakim dari tim pengacara Indar.
Jaja menilai, video jauh lebih kuat dibandingkan dengan foto. Pasalnya, para komisioner KY bisa dengan mudah menemukan unsur pelangggaran. "Dengan video kami lebih punya keyakinan untuk memutus, misalnya saat hakim ngantuk, berapa lama ia tertidur disitu sangat jelas," ungkapnya, Selasa (10/9/2013).
Ia mengatakan, dalam waktu dekat akan memanggil para hakim dan menerima jawaban pembelaan dari kelimanya. Jika jawaban tidak diterima dan ditemukan pelanggaran, maka KY langsung bertindak memberikan sanksi.
Sanksinya ada 3 bentuk, pertama sanksi ringan, sanksi sedang, sanksi berat. Sanksi ringan mulai teguran lisan, teguran tertulis sampai pernyataan tidak puas. "Kemudian sanksi sedang mulai ditunda kenaikan pangkat dan sanksi berat bisa dilakukan pemberhentian," tambahnya.
Sekedar informasi, Indar Atmanto melaporkan lima hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) ke Komisi Yudisial (KY) atas perkara No. 01/Pid.Sus/TPK/2013/PN.JKT.
PST. Kelima hakim tersebut bernama Antonius Widijantono, Aviantara, Annas Mustaqim, Anwar, dan Ugo.
Indar memaparkan, pelanggaran yang dilakukan kelimanya selama memeriksa perkara tersebut dengan bersikap; tidak adil, memihak, tidak jujur, tidak berdisiplin tinggi, tidak profesional, dan beritikad semata-mata untuk menghukum terdakwa.
“Saya sekaligus sebagai perseorangan dan terdakwa dalam kasus memiliki punya kapasitas dan atau kepentingan hukum untuk melakukan pengaduan sebagaimana dimaksud,” ujar Indar, dalam laporannya.