TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) mengaku semakin rugi dengan adanya depresiasi rupiah terhadap dolar AS. Hal ini dilihat dari penjualan tabung gas elpiji 12 kilogram non subsidi yang belum dinaikkan harganya hingga saat ini
Vice Presiden Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir menjelaskan harga gas non subsidi harusnya sekitar Rp 10 ribu per kilogram sedangkan harga gas elpiji 12 kilogram berkisar Rp 5.850, selisih Rp 4.150. Pada akhirnya selisih tersebut harus dibayar oleh Pertamina.
"Harga keekonomian gas elpiji non subsidi harusnya kisaran Rp 10 ribuan, ditambah melemahnya rupiah terhadap dolar Amerika Serikat," ujar Ali, di kantor pusat Pertamina, Rabu (4/12/2013).
Untuk menjaga agar pasokan elpiji selalu tersedia bagi masyarakat, Pertamina akan memaksimalkan keberadaan SPBU untuk ikut memasok elpiji. Pihaknya juga akan menindak tegas bagi agen elpiji yang menahan penjualan elpiji 12 kilogram.
"Kita optimalkan SPBU sebagai outlet elpiji. Akan kita lakukan operasi pasar di daerah yang terjadi kelangkaan, dan akan kita beri sanksi tegas," kata Ali.
Sayangnya, akibat pelemahan nilai tukar rupiah tersebut, Ali enggan mengungkapkan besaran kerugian dari penjualan gas elpiji non subsidi tersebut.