TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Real Estate Indonesia (REI) Sumatera Utara berharap pemerintah bisa mempertimbangkan dan mengeluarkan kebijakan yang sehat agar investasi asing di sektor properti dalam negeri bisa bersaing secara sehat dengan developer lokal.
Caranya bisa dengan memberikan batasan nominal investasi menengah ke atas atau premium, sehingga tidak mengganggu investor lokal yang juga bermain di sektor properti.
Ketua REI Sumut, Tomi Wistan, mencontohkan investasi asing diharapkan merupakan proyek menengah ke atas atau di kisaran Rp 50 miliar ke atas dan benar-benar merupakan usaha yang tidak bisa atau tidak mampu dikerjakan pengusaha nasional atau lokal.
"Era perdagangan bebas memang membuat pemerintah negara mana-pun tidak bisa menghempang masuknya segala yang berbau asing. Pemerintah harus merumuskan kebijakan yang tepat sehingga tercipta persaingan yang sehat," katanya, Selasa (10/12/2013) di Medan.
Soal properti asing ini memang sedang dibahas pemerintah pusat bersama DPR. Nantinya akan ada peraturan pemerintah yang mengatur kepemilikan properti oleh asing. Kemungkinan yang akan diperbolehkan untuk kepemilikan tersebut khusus bagi properti dengan jenis high residence, bukan rumah tapak.
Pelonggaran kepemilikan properti oleh WNA dipastikan akan menggerakan sektor properti di Tanah Air. Pasalnya, dengan kepemilikan asing itu akan menggenjot investasi di dalam negeri.
"Positifnya untuk lebih menggairahkan sektor properti dalam negeri. Tapi harus ada kebijakan yang pas biar lebih bersinergi," kata Asisten Deputi Kerjasama Pembiayaan dan Investasi Kemenpera RI, Rifaid Nur pada acara seminar internasional inovasi teknologi dan kebijakan perumahan murah di Grand Aston Hotel Medan.
Untuk meningkatkan investasi, mereka menargetkan dapat membangun rumah murah bersubsidi melalui skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) sebanyak 250 ribu unit pada 2014 atau naik dua kali lipat dari tahun ini yang ditargetkan 121 ribu unit.
Namun hingga Desember 2013, penyerapan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) belum mencapai sepenuhnya terealisasi. Diharapkan pada 2014 mendatang penyerapan MBR akan lebih besar dibandingkan tahun ini.
Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) menyatakan penyaluran maksimal rumah bersubsidi pada 2013 hanya mencapai sekitar 75 persen dari target awal. Diperkirakan rumah MBR yang dijual hanya mencapai 80.000-90.000 unit.
Per September, realisasi penyaluran FLPP mencapai 62.076 unit rumah atau senilai dengan Rp 3,16 triliun. Adapun target penyaluran FLPP 2013 berjumlah 121.000 unit rumah atau senilai Rp 6,96 triliun.
Anggaran pemerintah untuk program KPR-FLPP pada 2014 bakal meningkat dua kali lipat menjadi Rp 14 triliun. Hal itu akan bergantung pada proporsi pemerintah dan perbankan.(ers)