TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pelaksanaan asas cabotage di Indonesia selama sembilan tahun terakhir sejak terbitnya Inpres No.5 tahun 2005, mampu memutus ketergantungan Indonesia terhadap penggunaan kapal-kapal berbendera luar negeri pada kegiatan angkutan laut dalam negeri.
Data Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyebutkan, pada 2005 tercatat sebanyak 44,53% atau 91,8 juta ton dari total 206,3 juta ton muatan angkutan laut dalam negeri diangkut dengan menggunakan kapal asing milik perusahaan pelayaran luar negeri.
Setelah sembilan tahun, kini sebanyak 99,65% atau 359,67 juta ton dari total 360,95 juta ton muatan angkutan laut dalam negeri, sudah diangkut dengan menggunakan kapal-kapal berbendera Merah Putih milik perusahaan pelayaran nasional.
Ketua Umum Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Carmelita Hartoto di kantor INSA, Jl Tanah Abang III, mengatakan ketergantungan Indonesia terhadap penggunaan kapal-kapal asing sangat dirasakan sebelum terbitnya Inpres No.5 tahun 2005 tentang asas cabotage.
Kondisi itu terjadi terutama sejak diberlakukannya kebijakan scrapping atas kapal-kapal berusia di atas 25 tahun pada era 1980-an sehingga kapal-kapal milik perusahaan luar negeri banyak yang melaksanakan kegiatan pengangkutan dalam begeri.
Bahkan pada 1995, jumlah armada berbendera asing yang beroperasi mengangkut muatan di perairan domestik lebih mendominasi dibandingkan kapal nasional. Tercatat, kapal nasional hanya 5.050 unit, atau defisit atas kapal asing yang tercatat 6.397 unit.
Dia menjelaskan pelaksanaan Inpres No.5 tahun 2005 yang menunjuk Menko Perekonomian sebagai Ketua Tim Pelaksana dan Menteri Perhubungan ditetapkan sebagai Wakil Ketua merangkap Ketua Harian Tim Pelaksana Asas Cabotage mampu membalikkan keadaan.
Kini, katanya, dengan jumlah kapal mencapai 12.326 unit dengan kapasitas terpasang tercatat 19,3 juta GT, Indonesia sudah tidak melepaskan diri dari ketergantungan kepada penggunaan kapal dari luar negeri pada kegiatan angkutan laut dalam negeri.
Dia menjelaskan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Koordinator bidang Perekonomian sebagai Ketua Tim maupun Kementerian Perhubungan sekali Wakil Ketua merangkat Ketua Harian Tim Pelaksaan Asas Cabotage sangat berperan besar dalam mensukseskan asas cabotage ini.
Sebab, katanya, tidak sedikit yang meragukan pelaksanaan asas cabotage di Indonesia. “Tetapi, selama sembilan tahun ini, keberhasilan asas cabotage cukup dirasakan di Indonesia. Bukan hanya bagi pelayaran, juga bagi sektor usaha lainnya seperti galangan, kepelabuhanan, asuransi dan keuangan.”
Sebagai informasi, pelayaran nasional saat ini sudah mengoperasikan kapal-kapal berskala besar dengan investasi yang tinggi seperti jenis VLCC, VLGC, FPSO, FSO, Panamax, Post Panamax, Kontainer berkapasitas 2000 TEUs, AHTS 12.000 HP, PSV, DSV dimana sebelum asas cabotage, hanya dimiliki pelayaran luar negeri.
Sebagaimana diketahui, Asas Cabotage di Indonesia mulai diberlakukan seiring dengan terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) No.5/2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional yang ditandatangani oleh Presiden pada 28 Maret 2005.
Asas cabotage berakar pada konsepsi bahwa kegiatan angkutan laut dalam negeri menggunakan kapal berbendera Merah Putih dan oleh perusahaan angkutan laut nasional. Penggunaan kapal berbendera Indonesia oleh perusahaan angkutan laut nasional dimaksudkan dalam rangka melindungi kedaulatan negara (sovereignity) dan mendukung perwujudan Wawasan Nusantara serta memberikan kesempatan berusaha yang seluas-luasnya bagi perusahaan angkutan laut nasional dalam memperoleh pangsa muatan.
Kapal Merah Putih Angkut 99,6 Persen Pelayaran Dalam Negeri
Penulis: Hendra Gunawan
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger