JAKARTA, KOMPAS.com - Kondisi nilai tukar rupiah yang sangat fluktuatif dan mudah terkena gejolak menjadi alasan pemerintah dan Bank Indonesia menghentikan sementara penyederhanaan nilai mata uang rupiah atau redenominasi rupiah.
Menteri Keuangan (Menkeu) M Chatib Basri mengatakan rencana redenominasi ini tak dapat terwujud pada tahun 2014 ini.
Menurut Menkeu, rancangan undang-undang (RUU) redenominasi ini sebenarnya sudah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Panitia khusus (pansus) pun telah dibentuk DPR untuk mendiskusikan perihal redenominasi rupiah.
"Sudah masuk ke DPR. Tapi, saya meilhat dalam situasi seperti saat ini nilai tukar rupiah yang masih volatile, sulit (untuk menjalankan redenominasi rupiah)," kata Chatib di Jakarta, Rabu (9/4/2014).
Chatib memandang untuk melakukan redenominasi rupiah, saat ini banyak terdapat risiko yang harus dihadapi, salah satunya adalah inflasi.
Bila redenominasi gagal maka akan berdampak kepada inflasi yang melambung tinggi. "Ada risiko inflasi. Kalau situasinya sudah lebih baik mungkin (redenominasi rupiah) bisa dilakukan," ujar dia.
Kebijakan redenominasi rupiah yang masih mandek dinilai karena kondisi yang belum memungkinkan.
Faktor politik dan ekonomi Indonesia menjadi pertimbangan dalam menerbitkan kebijakan penyederhanaan nilai mata uang tersebut.
Dilihat dari sisi ekonomi, redenominasi mata uang berkaitan dengan stabilitas mata uang. Kebijakan redenominasi dapat dilakukan apabila rupiah berada dalam kondisi yang baik.