Laporan Richard Susilo, Koresponden Tribunnews.com di Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - General Manager Ammonia Supply and Trading, Mitsui Co.Ltd, Junichiro Takahashi mengungkapkan pihaknya tidak pernah menyebut angka Rp 4 triliun untuk menjual PT Kaltim Pupuk Amoniak (KPA).
PT Kaltim Pupuk Amoniak milik perusahaan Jepang, Mitsui Co.Ltd (75 persen) dan Tomen Corporation (kini Toyota Tsusho 25 persen) yang kini telah dibeli dan diambil alih oleh PT Pupuk Indonesia Holding (PI) bulan April lalu.
Sebelumnya diberitakan, PT Pupuk Indonesia (Persero) berhasil membeli pabrik amoniak dari Jepang. Harga yang dijual dari Jepang sebesar Rp 4 triliun, namun Pupuk Indonesia berhasil membelinya dengan Rp 1,5 triliun.
"Mestinya dibeli harga Rp 4 triliun, tapi dibeli Rp 1,5 triliun karena negosiasi," ujar Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan, Kamis (8/5/2014).
"Tahun 1997 kami melakukan tanda tangan kerja sama dengan pihak Indonesia untuk proyek amoniak Built On Transfer (BOT) KPA ke pihak Indonesia. Di dalam kontrak kesepakatan itu sama sekali tidak tercantum angka Rp 4 triliun," demikian ungkap Junichiro Takahashi, General Manager Ammonia Supply and Trading, Mitsui Co.Ltd, khusus kepada Tribunnews.com, Kamis (29/5/2014) di kantornya.
Menurutnya, bohong sekali kalau mengatakan pihak Jepang meminta Rp 4 triliun. "Bohong itu tidak benar. Pihak Jepang sama sekali tidak pernah mengatakan minta Rp 4 triliun. Di dalam kesepakatan mana pun tak ada angka itu. Makanya kami bingung dari mana bisa muncul angka Rp 4 triliun tersebut," tambahnya lagi.
"Kalau tidak percaya tanya saja kepada Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Arifin Tasrif. Kita pihak Jepang tak pernah minta dijual dengan harga Rp 4 triliun," kata Takahashi menambahkan.
Selain itu Takahashi juga menambahkan bahwa perjanjian yang berlaku sampai dengan 2018 itu memang memungkinkan diambil alih Indonesia apabila memang pengembalian investasi sudah tercapai. Karena proyek tersebut berjalan sangat baik dan menguntungkan, investment return sudah berjalan baik, makanya bisa diambil alih saat ini (2014).
"Tetapi dalam perjanjian juga menuliskan apabila harga amoniak jelek dan belum mencapai Investment Return tahun 2018 maka pihak Jepang diperkenankan memperpanjang kontrak tersebut. Kenyataan sangat baik bisnis berjalan sehingga sekarang bisa diberikan ke Indonesia," jelasnya.
Pada saat ingin dikembalikan kepada Indonesia, pihak auditor Deloitte Touche Tohmatsu melakukan penilaian dan akhirnya kedua pihak, diungkap transparan terbuka kepada kedua pihak, dan akhirnya pihak Indonesia dan Jepang sepakat dengan harga Rp 1,5 triliun.
"Tidak ada penyebutan angka Rp 4 triliun, kita langsung sepakat dengan angka Rp 1,5 triliun, semua berjalan lancar, sama-sama senang win-win solutions. Tadinya bahkan saya deg-degan takut-takut ditawar satu triliun rupiah, tapi tak ada penawaran itu dan langsung sepakat angka tersebut bersama dengan baik," kata Takahashi.
Bisnis amoniak merupakan bisnis yang baik dan dengan diambil alih Indonesia semua saat ini, pihak Jepang, menurutnya yakin, perusahaan itu bisa lebih baik lagi di masa mendatang, akan lebih menguntungkan lagi bagi pihak Indonesia.
Biaya Rp 1,5 triliun itu telah ditransfer pihak Indonesia dan telah diterima pihak Jepang saat ini.