TRIBUNNEWS.COM -- JIKA menemui berbagai merek dagang nata de coco kemasan buatan pabrik maupun UKM di Cianjur ataupun Bogor, bukan tak mungkin bahan setengah jadinya berasal dari Ciamis.
Seperti yang diungkapkan Ny Enok S (40) dan suaminya, Dede Supardi (42). Pasangan ini adalah pembuat nata de coco di Dusun Badak Jalu, RT 32/08 Desa Ciulu, Kecamatan Banjarsari Ciamis. Enok bersama kelompoknya setiap pekan mengirim 21 ton nata de coco setengah jadi ke Bogor, Cianjur dan Tanggerang.
"Tiap minggunya kami tiga kali mengirim nata de coco ke penampung di Cianjur, Bogor dan Tangerang. Sekali kirim sekitar 7.000 lembar nata de coco. Total, setiap minggunya ada 21.000 lembar nata de coco yang dikirim," ujar Ny Enok pada acara hari krida pertanian, di Ciamis, Sabtu (7/6/2014).
Setiap lembar nata de coco setengah jadi buatan Ny Enok dan kelompok "kitri"nya rata-rata memiliki berat 1 kg. Setiap lembar dijual Rp 1.200. "Setelah sampai di penampung atau pembeli, lembaran nata de coco tersebut kemudian dipotong-potong, dimasukkan dalam kemasan yang sudah ada mereknya. Lantas dijual ke pasar umum," ujarnya.
Enok dan Dede, sudah memulai usaha pembuatan nata de coco ini di rumahnya di Ciulu Banjarsari sejak 2006. Meski tangan kanan Enok merupakan tangan palsu, tak menyurutkan tekadnya mengembangkan usaha pembuatan nata de coco.
Ia memanfaatkan air kelapa yang selama ini nyaris hanya sebagai barang tak berguna dibuang begitu saja. "Dulu kami hanya punya 400 wadah untuk fermentasi. Sekarang Alhamdulillah sudah ada 11.000 wadah. Dengan dibantu enam pekerja tiap kali produksi bisa menghasilkan 11.000 lembar nata de coco setengah jadi," jelasnya.
Untuk mendapatkan air buah kelapa, ia tak banyak kesulitan, mengingat ketersediaan air kelapa cukup melimpah di Ciamis. Maklum saja Ciamis merupakan sentra kelapa rakyat di Jabar."Tidak hanya dari pasar-pasar, kami juga memperoleh air kelapa dari perajin minyak kletik dan perajin galendo. Air kelapa tersebut dirumah kami fermentasi jadi nata de coco," ujar Ny Enok.
Ny Enok dan suaminya, Dede Supardi merupakan sarjana kehutanan dari Universitas Winaya Mukti Jatinangor. Tahun 1996 lalu, saat mengikuti PKL di hutan Alas Roban Semarang Jawa Tengah, Enok mengalami kecelakaan sehingga tangan kanannya harus diamputasi. Sejak itu sampai sekarang, Ny Enok terpaksa menggunakan tangan palsu. Tapi kondisi tersebut tak menyurutkan tekad Ny Enok untuk mandiri dan mengembangkan usaha pembuatan nata de coco serta mengikut sertakan tetangganya dalam kelompok usaha memproduksi nata de coco.
"Biasanya menjelang dan selama bulan puasa permintaan nata de coco meningkat cukup tajam. Umumnya untuk tajil," katanya. (sta)
Tiap Pekan Enok dan Dede Produksi 21 Ton Nata De Coco
Editor: Hendra Gunawan
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger