TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Bank Central Asia (BCA) Tbk siap kehilangan nasabah berkantong tebalnya sementara waktu. S
Sebab, anak usaha Djarum Grup ini kembali akan menurunkan suku bunga deposito dengan nominal di atas Rp 25 miliar.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengungkapkan, awal September mendatang, pihaknya kembali akan menurunkan deposit rate ke level 8,5% dari posisi saat ini di 9%.
Bank berkode saham BBCA ini akan memangkas suku bunga deposit rate sebanyak 75 basis poin atau 0,75%.
Pemangkasan suku bunga deposit telah dilakukan sejak Agustus lalu sampai September mendatang. Bank BCA rencananya akan mempertahankan penurunan suku bunga sampai akhir tahun mendatang.
"Agustus sudah turun 0,25% dari 9,25% menjadi 9%, September turun lagi 0,50% dari 9% menjadi 8,5%. Jadi sampai akhir tahun akan turun 0,75% secara akumulasi dari 9,25% menjadi 8,5%," jelas Jahja, Jumat (29/8).
Menurut Jahja, pihaknya siap kehilangan nasabah tajir untuk sementara lantaran likuiditas yang dimiliki masih longgar. Menurutnya, BCA mencari sumber pendanaan lain untuk mengimbangi cost of fund atau biaya dana yang dikeluarkan agar tidak terlalu tinggi.
Masalah kelebihan likuiditas, menurut Jahja, juga akan menguras kantong BCA. Sebab, cost of fund yang perlu dibayarkan pun mahal. Likuiditas BCA yang disimpan di instrumen Sertifikat Bank Indonesia (SBI), misalnya, hanya mendapatkan yield sekitar 7%. Padahal, BCA harus membayar dana mahal nasabah, setidaknya 9%.
"Kebanyakan likuiditas, kami rugi karena bayarnya mahal. Kalau saya dapat cost of fund katakan di 7,8%, itu lebih baik. Kami mengalah untuk mengurangi suku bunga deposito, jadi nasabah yang pindah bank, dana-nya dapat dinikmati oleh bank lain. Sehingga kami tidak perlu menaikkan lagi suku bunga deposito," ujar Jahja.
Penurunan suku bunga deposito ini tentu akan mengurangi capaian dana mahal dan akan berpengaruh pada dana pihak ketiga (DPK) secara keseluruhan. Karena itu, BCA merevisi target DPK menjadi 10% sampai dengan akhir tahun.
"Target DPK sekedar target. Yang penting bottom line-nya. Kalau dengan alternatif financing cost of fund bisa lebih murah, itu lebih bagus meski DPK tidak mencapai target. Itu lebih profitable daripada target DPK tercapai, tapi harganya mahal. Deposito sangat sensitif. Kalau bunganya diturunkan, dana langsung keluar. Kalau dinaikkan, dana langsung masuk. Tentu revisi DPK sudah memperhitungkan langkah ini," kata Jahja.
Meski begitu, BCA tetap akan memperhatikan perkembangan pasar dan situasi yang mempengaruhinya. Jika pemerintah sepakat untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubdisi dan hal tersebut mempengaruhi kenaikan inflasi, maka mau tidak mau, perbankan akan kembali melakukan penyesuaian suku bunga termasuk deposito.
"Masalah yang harus diamati adalah ada tidaknya kenaikan BBM. Kalau ada dampaknya terhadap inflasi tinggi, maka mau tidak mau harus ada penyesuaian bunga dan harus naik lagi. Kalau nanti kami perlu likuiditas, bisa dinaikkan lagi deposit rate-nya. Tapi saat ini belum ada kebutuhan dana yang besar, jadi lebih baik saya turunkan dulu suku bunga deposito-nya," ucapnya.