TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar menilai pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen untuk barang mewah tidak akan memberi dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Sebab, konsumsi barang mewah hanya berkontribusi kecil terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dibandingkan dengan konsumsi barang kebutuhan sehari-hari.
Lalu, sektor-sektor terkait seperti properti premium, otomotif kelas atas, dan fesyen mewah kemungkinan tidak akan mengalami perlambatan akibat penurunan permintaan.
Baca juga: Tarik Ulur Perubahan PPN, Bagaimana Dampaknya Pada Penerimaan Negara?
Hal itu karena menurut Media, khusus untuk masyarakat desil 10 persen teratas, daya belinya masih bagus.
"Pola konsumsi masyarakat atas relatif tidak berubah, dengan konsumen kelas atas tidak akan beralih ke barang substitusi yang lebih murah," ujar Media kepada Tribunnews, dikutip Minggu (5/1/2025).
Selain itu, ia mengatakan PPN 12 persen untuk barang mewah sebetulnya hanya pelengkap saja. Tidak akan ada kontribusi yang signifikan pada penerimaan negara.
Beda dengan non barang mewah, konsumsi barang mewah tidak terlalu dipengaruhi oleh faktor lain seperti inflasi dan pertumbuhan pendapatan, serta financial shock pada rumah tangga.
"Menaikkan PPN hanya untuk barang mewah memang mencerminkan keadilan. Namun, jumlahnya tidak seberapa potensi penerimaannya dibandingkan mendorong pajak penghasilan yang lebih progresif," ucap Media.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pun disebut tidak pernah menjadikan untuk barang mewah sebagai opsi yang diambil.
Menurut dia, opsi tersebut sejak awal tak pernah menjadi pertimbangan kementerian yang dipimpin Sri Mulyani itu.
"Semua tahu gimana proses kekacauan kebijakan PPN ini selama beberapa bulan terakhir ini," kata Media.
"Opsi menaikkan hanya untuk barang mewah sebetulnya dari awal tidak pernah menjadi opsi Kemenkeu," pungkasnya.
Baca juga: Opsen Pajak Lebih Bikin Pening Industri Otomotif Ketimbang Kenaikan PPN 12 Persen
Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen hanya dikenakan pada barang yang tergolong mewah.
Barang mewah itu berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2021.