TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Universitas Gajah Mada (UGM), Tony Prasetiantono, mengatakan jika pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), diharapkan kenaikan tersebut tidak di bawah angka Rp 1.000 per liter. Dia mengusulkan, harga satuan dinaikkan Rp 2.000 ribu per liter.
"Kalau naik jangan Rp 500, itu tidak ada pengaruhnya, artinya respons Rp 500 atau Rp 2.000 akan sama responnya. Ini, akan berikan napas baru atau ruang fiskal baru. Jadi saya melihat Rp 2.000 lebih baik," kata Tony dalam diskusi masukan untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 di Jalan Cemara, Nomor 19, Jakarta Pusat, Senin (1/9/2014).
Menurut Tony, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013 paling besar terserap oleh subsidi energi senilai Rp 350 triliun atau 20 persen dari APBN. Sehingga diperlukan perbaikan dengan cara menaikkan harga dan pengalihan subsidi dari bersifat konsumtif ke produktif.
"APBN yang tidak sehat dan tidak seimbang, sangat rawan. Dan ini, tidak bisa berikan stimulus bagi perekonomian, ini menjadi sentimen negatif bagi perekonomian dalam negeri," tutur Tony.
Lebih jauh dia mengatakan, dengan kenaikan BBM yang berdampak baik ke perekonomian, maka otomatis membuat sentimen positif bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. "Capital inflow akan menguatkan dan mulai longgarkan likuiditas, BI Rate pun bisa diturunkan," katanya.