TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintahan Jokowi-JK berencana akan mengalokasikan dana APBN untuk infrakstruktur,Irigasi, pertanian,benih,pupuk, mesin kapal dll sebesar Rp 150 triliun, dengan menaikkan harga BBM subsidi, merupakan langkah yang keliru .
"Dengan mencabut subsidi BBM akan menimbulkan kenaikan harga barang dan jasa. Akan berakibat menurunkan daya beli masyarakat. Belanja barang dan jasa untuk infrakstrutur,benih,pupuk dll juga akan meningkat draktis," ungkap Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu Arief Poyuono, Sabtu (20/9/2014).
Dikatakan, kenaikan harga BBM juga akan memperlemah daya saing produk- produk yang dihasilkan oleh industri agroculture dan aquaculture yang berorientasi ekspor.
Akibat kenaikan harga BBM bersubsidi, Arief mengingatkan, juga akan menciptakan PHK besar -besaran disegala sektor usaha sementara dari tahun ke tahun pengangguran terus meningkat .
"Diperkirakan 18 juta pekerja disegala sektor akan kehilangan pekerjaannya karena kenaikan harga BBM sebesar 30 persen akan meyebabkan sektor usaha mengurangi jumlah pekerjamya hingga 30 pesen juga," katanya
Menurutnya, masih banyak sektor fiskal yang dapat digenjot untuk mendapatkan dana sebesar 150 triliun. Yaitu, dengan melakukan efisiensi biaya birokrasi ,mengoptimalkan pendapatn pajak dengan melakukan pemberantasan mafia pajak.
Selain itu, menaikan royalti dari sektor tambang yang sudah tidak sebanding dengn kerusakan lingkungan dan infrastruktur akibat usaha sektor pertambanga.
Untuk mendapatkan dana pinjaman murah bagi pemerintah sebesar Rp 150 triliun juga dapat dilakukan dengan kebijakan disektor moneter, dengan mengunakan kebijakan devisa terkontrol dan tersentral.
"Dengan menetapkan kebijakan semua perusahaan asing dan lokal yang melakukan eksport harus menaruh semua hasil pembayaran ekpsortnya di bank bank dalam negeri . Sehingga devisa hasil ekspor tidak bocor, dapat dipergunakan pemerintah untuk pembangunan dan modal pinjaman bagi petani dan nelayan, serta sektor UKM," pungkasnya.