Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) terus meningkatkan daya saing perusahaan guna mengoptimalkan kinerja keuangan ke depan, salah satunya dengan membangun pabrik Blast Furnace dan pembangkit listrik berteknologi Combined Cycle (Combined Cycle Power Plant/CCPP).
Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk, Irvan K Hakim mengatakan, pabrik Blast Furnace diharapkan akan rampung pengerjaannya pada pertengahan 2015, sementara pembangkit listrik teknologi CCPP yang berkasitas 120 mega watt (MW) ditargetkan selesai akhir tahun ini.
"Beroperasinya pabrik Blast Furnance dan CCPP diharapkan beban biaya perusahaan dapat menurun sehingga berimbas pada peningkatan laba," kata Irvan, Jakarta, Senin (3/11/2014).
Menurut Irvan, pabrik Blast Furnace mengadopsi teknologi berbasis batubara dengan proses yang lebih efisien, sehingga menurunkan biaya produksi baja cair dan slab, meningkatkan marjin laba, dan menciptakan keseimbangan kapasitas produksi iron making, steel making dan rolling mill.
"Pabrik Blast Furnace akan mampu menurunkan beban konsumsi listrik hingga 50 persen dibandingkan pola konvensional yang dilakukan sekarang," ucapnya.
Selain itu, keberadaan pabrik Blast Furnace tersebut dapat menurunkan konsumsi energi listrik didalam proses pembuatan baja slab. Berdasarkan perhitungannya, setiap 100 kwh/ton penurunan konsumsi listrik akan berimbas pada penurunan beban biaya produksi hingga 10 dolar As per ton dengan tarif listrik terbaru.
Hal ini sudah terbukti di beberapa pabrik baja lain yang menggunakan Hot metal di dalam proses Electric Arc Furnace (EAF). Hingga kuartal III-2014, proses pembangunan fisik pabrik Blast Furnace sudah mencapai 62,4 persen dan diharapkan bisa mencapai 100 persen pada kuartal III-2015.
Sementara itu, pembangunan CCPP 120 MW , kata Irvan, akan berdampak pada peningkatan kapasitas produksi listrik, menurunkan biaya produksi dan meningkatkan efisiensi pabrik baja yang berujung pada peningkatan laba.
Program efisiensi juga dilakukan dengan mengkonversi boiler 400 MW yang saat ini berbasis gas menjadi berbasis batubara. Program konversi energi ini akan dilakukan dengan konversi tahap awal 2x80 megawatt terlebih dahulu mulai tahun ini.
Lebih jauh dia mengatakan, bahwa perseroan menjalankan pola operasi optimum pada Direct Reduction Plant (DRP), Slab Steel Plant (SSP), dan Billet Steel Plant (BSP) dan pola operasi maksimal pada Hot Strip Mill untuk menghasilkan produk baja lembaran panas sehingga didapatkan peningkatan penjualan.
"Menghadapi tantangan industri baja di masa depan yang berupa tingginya kenaikan harga energi, fluktuasi harga bahan baku serta harga produk jadi, pelemahan rupiah, membanjirnya produk baja impor dan lain-lain, perseroan melakukan upaya terus menerus untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing," tuturnya.