TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Obligasi ritel seri Obligasi Ritel Indonesia (ORI) seri 11 menjadi salah satu surat utang pemerintah yang paling diminati investor dalam beberapa hari terakhir. Seperti diketahui, obligasi ini sudah bisa diperdagangkan di pasar sekunder sejak masa holding periode berakhir 15 November lalu.
Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, sepanjang Selasa (25/11) saja, frekuensi perdagangan ORI-011 menempati urutan kedua obligasi pemerintah yang teraktif diperdagangkan. Frekuensinya mencapai 30 kali, dengan volume sebesar Rp 871,89 miliar.
Di pasar sekunder, harga ORI-011 telah naik ke level 102. Global Markets Financial Analyst Manager Bank Internasional Indonesia Anup Kumar menghitung, sepanjang pekan lalu, investor ritel telah melepas kepemilikan ORI-011 senilai total Rp 10 triliun. "Surat utang itu langsung diburu investor asing dan perbankan," ungkapnya.
Menurut Kumar, kebanyakan investor menjual kembali ORI-011 ke agen penjual mereka, karena mendapatkan harga di atas par (harga 100). Yang menarik, walaupun harga obligasi ritel ini cukup tinggi, tingkat yield juga relatif mekar.
BEI mencatat, Selasa (25/11) yield ORI-011 mencapai 8,25%. Meskipun besarannya lebih rendah 0,25% dibandingkan tingkat kupon yang dipatok pemerintah, tetap masih di atas yield obligasi pemerintah bertenor yang sama, tiga tahun, yaitu 7,55%. Kumar mengatakan, dengan kondisi ini, tak heran ORI-011 ramai diperdagangkan di pasar sekunder. "Meski harga cukup tinggi, namun investor masih mendapat yield yang jauh lebih tinggi dibanding seri obligasi pemerintah lainnya," paparnya.
Kumar menduga, kondisi transaksi yang ramai ini masih akan berlanjut hingga akhir tahun ini. Ini mengacu historikal penerbitan ORI. Setiap surat utang ritel baru akan menjadi obligasi yang paling likuid di pasar sekunder. Ini karena tingkat kupon yang diberikan pemerintah relatif selalu lebih tinggi dibanding obligasi bertenor sama. Ia juga memperkirakan, ORI-011 masih akan diburu hingga awal tahun depan.
Maklum, pada awal tahun depan, pemerintah berencana menerbitkan sukuk ritel. Tapi surat utang ritel syariah ini diprediksi tidak akan memberi kupon setinggi ORI-011. Menurut Kumar, penetapan kupon ORI-011 sebesar 8,5% kala itu dilakukan pada saat kondisi perekonomian Indonesia penuh ketidakpastian.
Namun, pemberian kupon tinggi ini tidak akan terjadi lagi pada sukuk ritel nanti. Sehingga investor masih akan memburu ORI011 di pasar sekunder. Sekadar mengingatkan, pada 22 Oktober lalu, pemerintah menerbikan ORI-011 dengan total emisi sebesar Rp 21,21 triliun. (Noor Muhammad Falih)