TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Himpunan Pengusaha Muda Indonesia DKI Jakarta (Hipmi Jaya) mengapresiasi upaya pemerintah kembali menghidupan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Meski demikian, Hipmi mewanti-wanti agar KUR benar-benar jatuh ke tangan pelaku usaha mikro yang kesulitan menyiapkan penjaminan (collateral loan).
Hal tersebut dsampaikan Ketua Umum Hipmi Jaya Rama Datau Gobel di Jakarta, Minggu (21/12/2014) menanggapi rencana pemerintah menghidupkan kembali KUR.
"Dari kajian kami di Hipmi, banyak lembaga keuangan penyalur KUR tidak menyalurkan untuk pelaku usaha mikro yang tidak punya agunan, Mereka masih dimintai agunan. Padahal, konsep KUR ini dulunya untuk membantu pelaku usaha mikro yang usahanya profitable namun tidak bankable. Makanya, kredit macetnya (non performing loan-nya/NPL) dijamin oleh pemerintah melalui Askrindo dan Jamkrindo. Itu anggarannya sudah ada. Ini namanya KUR malah jatuh ke tangan pelaku usaha yang sudah mapan," kata Rama.
Sebab itu, Rama meminta pemerintah benar-benar mengkaji penyaluran KUR ini. Karena Hipmi melihat sebagian besar KUR belum tepat sasaran. Hipmi juga mendukung rencana pemerintah untuk memberikan plafon KUR kepada nasabah maksimal sebesar Rp 25 juta.
"Kami minta KUR itu tidak ada lagi yang Rp 100 juta atau ke atasnya nilainya, sebab bila nilainya sudah di atas Rp 25 juta sudah dapat dianggap sebagai nasabah komersil, tarifnya juga komersil," ujar Rama.
Rama pun menyoroti saat ini bunga KUR yang masih cukup tinggi buat pelaku UKM. Bunga KUR saat ini di atas 16 persen.
"Harus dipikirkan juga bagaimana supaya single digit bunganya. Apa perlu dibantu subsidi bunga? Perlu kajian juga," imbuh Rama.
Pengusaha Pemula
Selain usaha tanpa jaminan, Hipmi juga mengingatkan bahwa peruntukan KUR dulunya untuk pengusaha pemula. Namun faktanya, perbankan masih enggan memberikan pembiayaan KUR kepada pengusaha pemula.
"Konsep KUR dulunya adalah untuk pengusaha pemula atau startup," kata Rama.
Para startup ini ungkap Rama rata-rata punya prospek bisnis yang bagus. Hanya saja, mereka ingin berkembang tapi terkendala modal. "Mereka akhirnya lari ke KTA dan kartu kredit yang bunganya mencekik. Risiko bisnisnya juga kena.Sebab biaya dananya mahal," kata Rama.
Sebagaimana diketahui untuk kredit skema penjaminan (KUR) sejak 2007 - Oktober 2014 pemerintah telah menyalurkan belanja subsidi imbal jasa penjaminan sebesar Rp 6 triliun dan PMN kepada Perum Jamkrindo dan PT Askrindo Rp 11,75 triliun dengan nilai pembiayaan yang disalurkan ke UMKM melalui KUR mencapai sekitar Rp 172 triliun.