News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pertamina Tak Maksimal Produksi Ron 92 karena Kilang 'Uzur'

Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ANTRIAN BBM - Antian kendaraan mengisi bahan bakar minyak (BBM) langsung mengular SPBU di Jalan Hayamwuruk, Jakarta Barat, Senin(17/11/2014) tak lama setelah Presiden Jokowi mengumumkan kenaikan premium dari 6.500 rupiah menjadi 8.500 rupiah perliter. Warta Kota/henry lopulalan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakaria, mengatakan, kilang minyak milik PT Pertamina (Persero) tidak mampu memproduksi Ron 92 untuk konsumsi di Indonesia. Menurutnya, kilang milik Pertamina dalam sebulan hanya mampu memproduksi sebanyak 5 juta barel.

"Kebutuhan nasional untuk bensin Ron 92 sebanyak 15 juta barel per bulan, sementara Pertamina hanya mampu memproduksi bensin Ron 92 sebanyak 5 juta barel per bulan," kata Sofyano dalam diskusi bertema 'Selamat Tinggal Premium' di restoran Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (27/12/2014).

Sofyano menuturkan, alasan mendasar tidak mampunya Pertamina memproduksi bensin Ron 92 adalah karena usia daripada kilang itu sendiri. Menurutnya, usia kilang yang dimiliki Pertamina sudah mencapai 100 tahun lebih.

"Ya memang sudah tua umurnya (kilang), sudah ratusan tahun. Sudah 110 tahun, sudah seharusnya masuk museum rekor," tuturnya.

Masih kata Sofyano, jika pemerintah benar ingin melaksanakan usulan tim reformasi tata kelola migas terkait penghilangan bensin Ron 88 dan digantikan dengan Ron 92 menurutnya hal tersebut jangan terburu-buru dilakukan. Pemerintah harus memperhatikan kemampuan Pertamina dalam memproduksi Ron 92 tersebut.

"Rekomendasi ini jangan diwujudkan tergesa-gesa dan harus dipikirkan matang," tuturnya.

Sebelumnya, Tim Reformasi Tata Kelola Migas merekomendasikan pemerintah menghapus premium dan menyarankan Pertamina melakukan importasi bensin RON 92 atau sejenis Pertamax. Jika disetujui pemerintah, proses transisi kemungkinan tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat, dan tim akan memberikan tenggat waktu hingga lima bulan ke depan.

Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas, Faisal Basri, menjelaskan salah satu latar belakang rekomendasi tersebut dikeluarkan adalah formula penghitungan Harga Indeks Pasar untuk premium dan solar berdasarkan data masa lalu yang sudah relatif lama sehingga tidak mencerminkan kondisi terkini.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini