TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Untuk mewujudkan Jakarta sebagai Kota Metropolitan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuka peluang kepada siapa pun untuk membangun moda transportasi massal berbasis rel, monorel. Kali ini Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Adhi Karya ingin melakukan pembangunan moda transportasi publik itu.
Namun, dalam proses pembangunan Pemprov DKI mengajukan dua syarat. Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan, PT Adhi Karya sempat marah ketika diajukan dua persyaratan untuk membangun monorel.
"Dia (PT Adhi Karya) emosi tadi, kamu lihat saja rekaman videonya di Youtube. Begitu saya singgung itu, dia emosi, lebih baik saya suuzon dong," kata Ahok di Balai Kota DKI, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (13/1/2015).
Ahok mengatakan, jika dua syarat tersebut disetujui PT Adhi Karya, maka dia akan mempelajari businesss plan pembangunan monorel tersebut. Sebab, pihaknya tidak mau tertipu dua kali saat menghadapi rencana pembangunan monorel yang dilakukan PT Jakarta Monorel (JM).
"Kalau dari rencana bisnis sudah nggak masuk akal, kami nggak mau setujui. Kami nggak mau cuma proyek-proyekan supaya ada kerjaan. Lagi pula kalau kami ambil alih, lalu kamu menyatakan, ‘oke saya sudah sanggup mengoperasikan’, saya kembalikan. Nah itu baru aman namanya,” kata Ahok.
Ahok tidak memberikan tenggat waktu terhadap pembuatan rencana bisnis pembangunan monorel Adhi Karya. Karena, masih dalam tahap pada pemaparan rencana bisnis. Bila dalam rencana bisnis telah menyetujui dua syarat tersebut, baru akan dilanjutkan pada langkah berikutnya yaitu pembahasan kajian teknis.
“Saya harus lihat rencana bisnisnya. Kalau oke, nanti baru akan saya bahas teknisnya. Minimal dia tahu pasal ini dulu. Jadi jangan sampai dia kaget kan. Nah yang dulu kan nggak pernah cantumkan pasal-pasal seperti itu. DKI ini banyak perjanjian yang nggak ada pasal-pasal yang jelas,” ujar Ahok.
Dua syarat
Ahok menjelaskan bahwa PT Adhi Karya menawarkan investasi pembangunan monorel di Jakarta, khususnya di daerah Selatan hingga Timur wilayah Jakarta. Pada prinsipnya, Pemprov DKI menyambut baik rencana PT Adhi Karya yang sesuai dengan keinginan Pemprov DKI untuk membangun tranportasi massal sebanyak mungkin untuk mengurai kemacetan di Jakarta.
“Kami tentu senang kan. Dia (Adhi Karya) mau investasi. Tapi saya bilang, ada syaratnya sekarang. Dua syarat yang harus dipenuhi dia,” kata Basuki seusai bertemu dengan PT Adhi Karya di Balai Kota DKI, Jakarta, Selasa (13/1).
Dua syarat yang diajukan, kata dia, adalah harus dibuat perjanjian hitam diatas putih. Perjanjian tersebut mengatur klausul bila pembangunan fisik telah berlangsung, kemudian mangkrak karena PT Adhi Karya tak mampu melanjutkan pembangunan fisik, maka semua bangunan fisik yang telah berdiri menjadi milik Pemprov DKI.
Atau meski pun bangunan fisik tersebut berdiri di tanah milik Jasa Marga atau Kementerian Pekerjaan Umum (PU) atau tanah negara, maka Pemprov DKI juga berhak untuk melakukan pembongkaran bangunan fisik itu.
"Syarat pertama harus ada perjanjian, kalau kamu mangkrak, waktu nancepin bangunan di tanahnya kami, semua barang anda yang mangkrak itu punya kami. Kami sita, mau kami robohin, mau kami pakai, itu urusan kami,” kata Ahok tegas.
Untuk syarat kedua, ketika pembangunan monorel telah selesai, namun di tengah-tengah pengoperasiannya, PT Adhi Karya merasa rugi dan memberhentikan operasional monorel. Maka Pemprov DKI tidak memiliki kewajiban apa pun untuk membayar kerugian tersebut.