TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah didesak membebaskan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam pembelian barang tambang untuk pabrik pengolahan (smelter).
Dengan ditetapkannya PPN, margin (keuntungan) bisnis smelter semakin mengecil dan berujung pada terhambatnya pengembangan smelter nasional.
“Kewajiban membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah produk tambang adalah amanat UU Minerba. Namun Antam akan kesulitan apabila pembelian anode & slime dikenai PPN,” kata Zaki Mubarok, Dosen dan Ketua Program Studi Teknik Metalurgi Institut Teknologi Bandung dalam keterangannya, Selasa (27/1/2015).
Untuk diketahui, PT Aneka Tambang Tbk (Antam) menjadi salah satu perusahaan tambang yang sudah membangun fasilitas pengolahan mineral. Sayangnya, hingga fasilitas digunakan, pemerintah mash mengenakan PPn pada pembelian anode slime.
Padahal, PT Smelting yang menjual anode slime langsung (tanpa diolah) ke Jepang, justru memperoleh retribusi alias penggantian kelebihan pajak, sehingga bebas PPN. Saat ini Margin keuntungan pabrik pemurnian anode slime itu hanya 2 sampai 3 persen.
"Jika kena PPN 10 persen sudah tentu merugi . Bahkan lebih besar lagi, issue PPN ini bisa menghambat pengembangan smelter tembaga di Indonesia,” lanjutnya.
Sementara Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menuturkan, penggunaan fasilitas TBRC oleh Antam ini, sejatinya sudah tergolong terlambat.
“Ini malah sudah terlambat, harusnya pemerintah sudah tahu dari dulu bahwa banyak kandungan yang ‘lari’ melalui Freeport dan perusahaan tambang lainnya,” ucapnya.