TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil komunikasi antara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said serta Gubernur Papua Lukas Enembe memutuskan adanya dua opsi lokasi untuk pembangunan fasilitas pemurnian bijih mineral (smelter) PT Freeport Indonesia.
Pemerintah yang sedianya menginginkan agar Freeport membangun smelter di Papua pada akhirnya mengambil jalan tengah, mengizinkan Freeport melanjutkan pembangunan smelter di Gresik, Jawa Timur.
"Pak Gubernur (Lukas Enembe) memberikan jalan keluar. Kalau keduanya (lokasi) ditempuh, tidak ada masalah. Sekarang sudah ada di Gresik, silakan diteruskan, tetapi persiapan yang lebih permanen jangka panjang adalah membangun di Papua," ucap Sudirman di Jakarta, Jumat (6/2/2015).
Walau demikian, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM R Sukhyar menuturkan bahwa jalan tengah tersebut berpeluang melabrak ketentuan pemerintah sendiri, yakni Peraturan Menteri ESDM No 1 tahun 2014. "Bangun di Papua, maka pasti membutuhkan waktu, setelah 2017. Bahkan ada yang bilang 2019 (baru terbangun)," kata Sukhyar.
Lebih lanjut dia mengatakan, jika dua lokasi ini dipilih sebagai jalan tengah, maka konsekuensinya adalah pemerintah harus merevisi Permen Nomor 1 Tahun 2014 tersebut, yang di dalamnya mencakup aturan mengenai batas waktu pembangunan smelter, yakni pada 2017.
"Kalau demikian, maka akan ada kebijakan baru, Permen Nomor 1 Tahun 2014 yang membatasi 2017 (sudah harus terbangun). Itulah hal yang harus diperhatikan," ujar Sukhyar.
Dia menambahkan, jika pemerintah pada pekan depan memutuskan mengambil jalan tengah ini, dia berharap tidak ada yang mempermasalahkannya. "Jangan sampai kita perpanjang lalu ada orang yang bilang ini tidak patuh dan sebagainya," ucap dia.
"Tentu tadi saya minta ke Komisi VII untuk mengawal. Tidak bisa kalau ada sesuatu yang bersifat politis, (tetapi) tidak dikawal, susah juga (kita). Pak Menteri jelas sekali tidak menolak kalau bangun (smelter) di Gresik, tetapi juga (harus) bangun di Papua," tandas Sukhyar.(Estu Suryowati)