TRIBUNNEWS.COM -- Kecintaan Sutadi membudidayakan ikan patin membawa pensiunan PNS ini menjadi pengusaha sukses di hari tuanya. Selain menjalani profesi sebagai pembudidaya ikan pati, Sutadi yang sempat menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) di Kalimantan Selatan ini juga memiliki pabrik produksi pakan patin di Kabupaten Banjar.
Dari lahan seluas 6,5 hektare (ha) yang dia miliki, ada sekitar 50 kolam pembudidayaan ikan patin dengan rata-rata kolam yang ukurannya 35 meter (m) x 40 m. Dari situ, Sutadi bisa menghasilkan kapasitas produksi hingga 10 ton-30 ton ikan patin per kolam. Hasil panen ikan semua terjual habis ke berbagai daerah di Kalimantan Selatan dan sekitarnya.
Usaha pembudidayaan ikan patin ini dia mulai sejak tahun 1997 di kawasan Sungai Batang, Martapura Barat. Setelah pensiun sebagai pegawai di 2013, Sutadi makin fokus menjalankan usaha pembudidayaan ikan patin yang sebelumnya dia lakukan hanya untuk sambilan.
Untuk bisa memasok pakan seluruh ikan patin miliknya secara berkesinambungan, Sutadi memutuskan untuk membuat pakan sendiri. Langkah itu dia lakukan juga sebagai salah satu cara efisiensi.
Sutadi bisa dibilang menjadi pionir para pembudidaya di Kalimantan Selatan yang membuat pakan sendiri. Maklum, dalam membudidayakan ikan patin, biaya pakan berkontribusi pada pengeluaran terbesar hingga mencapai 50% dari total biaya operasional.
Dalam sehari, Sutadi membutuhkan pakan sekitar 3 ton untuk memberi makan ikan patin di seluruh kolam miliknya. "Sehari harus mengeluarkan biaya Rp 3 juta hanya untuk pengadaan pakan," kata Sutadi.
Dengan mesin modifikasi buatannya sendiri, Sutadi membuat pakan ikan patin secara mandiri dari campuran ikan asin yang sudah tidak dikonsumsi dan dedak. Kini hasil produksinya sudah mencapai 500 kg per hari. Pakan buatannya dijual Rp 3.000 per kg.
Setelah sampai ke konsumen, harga pakan patin ini bisa mencapai Rp 6.000 per kg. Ini masih lebih murah ketimbang harga pakan di pasaran yang sekitar Rp 8.000 per kg. "Tapi meski begitu, kualitas pakan patin buatan saya hampir sama dengan pakan patin yang lebih mahal," ujar Sutadi.
Dari hasil pembudidayaan ikan patin, Sutadi bisa menghasilkan omzet Rp 500 juta per bulan. Belum lagi dari produksi pakan yang bisa memberi kontribusi pendapatan hingga mencapai Rp 60 juta per bulan.
Setiap hari ada belasan mobil pick-up dan truk bolak-balik ke area budidayanya untuk mengambil pakan yang akan didistribusikan ke berbagai tempat. Sekali ambil, mobil pikap bisa mengangkut sekaligus pakan 5 kuintal hingga 1 ton pakan ikan.
Dia menamakan wilayah pembudidayaan ikan serta pabrik pakannya Gentong Langit. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Selatan kini menjadikan Gentong Langit sebagai salah satu kawasan kegiatan perikanan yang meliputi produksi, pengolahan, dan pemasaran di kawasan kabupaten Banjar. Gentong Langit juga dijadikan percontohan oleh pemerintah daerah setempat agar petani ikan patin lain mau membuat pakan sendiri.(Rani Nossar)