TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penguatan dolar AS yang melemahkan berbagai mata uang, salah satunya rupiah, ternyata tidak berdampak negatif ke industri pariwisata.
"Saat ini belum ada dampaknya, rencana perjalanan (wisata) masih berjalan baik. Lagi juga kan bahan bakar pesawat tidak mengalami kenaikan, jadi saya bisa katakan tidak berdampak," kata Direktur Utama PT Panorama Sentrawisata Tbk (PANR), Budi Tirtawisata, Selasa (21/4/2015).
Budi menilai, menguatnya mata uang negeri Paman Sam belakangan ini bukan melemahkan rupiah saja, tetapi berimbas ke mata uang lainnya seperti Yen dan lainnya. Sehingga, ketika wisatawan lokal berpergian ke luar negeri maka sama saja seperti hari-hari sebelumnya.
"Kalau Yen melemah juga kan, tidak ada perubahan kan. Jadi memang kita tawarkan alternatif ke detinasi yang lebih ekonomis," ujar Budi.
Lebih lanjut Budi mengatakan, industri wisata akan terus tumbuh, terlebih wilayah Indonesia yang luas dan kaya akan keindahan alamnya. Sehingga, diperlukan kerja sama antar swasta dan pemerintah dalam membuka akses dan menawarkan tempat wisata pilihan lain selain Bali.
"Di Padang itu menarik, ada Goa Jepang di sana, lalu Sawalunto pun sangat bagus. Wisatawan asing itu 60 persen berasal dari Eropa, sisanya tersebar dari berbagai negara. Mereka itu, masih memilih Jawa dan Bali. Makanya perlu kita perkenalkan tempat-tempat lain," tuturnya.
Tercatat kurs tengah Bank Indonesia saat ini melemah 67 poin menjadi Rp 12.942 dari posisi hari sebelumnya Rp 12.875 per dolar AS.
Sementara data Bloomberg siang ini di level Rp 12.969 atau melemah 5 poin dari posisi pembukaan Rp 12.964 per dolar AS. Terlihat, rupiah bergerak pada kisaran Rp 12.927-Rp 12.977 per dolar AS.