News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemerintah Didorong Segera Naikkan BM Baja Impor

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pabrik PT Krakatau Steel Tbk di Cilegon

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - “Semua juga tahu karena Krakatau Steel merupakan perusahaan Tbk atau Public Company, posisi sekarang ini dari sisi performa keuangannya pun sangat memprihatinkan,” ungkap Roy Maningkas, Komisaris Independent PT Krakatau Steel Tbk, Jumat (24/4/2015).

Menurutnya, ada beberapa hal menarik terkait perindustrian di Indonesia. Salah satunya adalah situasi dan kondisi industri baja nasional khususnya Krakatau Steel yang saat ini bisa dikatakan sedang sekarat.

Dalam 4-5 tahun terakhir ini, Roy menambahkan, Pemerintah kurang memperhatikan dan melindungi Industri hulu atau lamban dalam mengambil tindakan. Seperti terhadap lndustri baja Krakatau Steel.

Padahal, posisi Krakatau Steel sebagai produsen baja terbesar di nasional atau sekitar 50 persen produksi nasional saat ini, juga sebagai lndustri masih dikategorikan sebagai industri strategis.

“Padahal kita sama-sama tahu, Krakatau Steel ini adalah industri strategis yang sangat penting untuk industri manufaktur pada umumnya. Jadi, dengan kita melihat bahwa tantangan yang dihadapi oleh Krakatau Steel saat ini. Jika tidak dibantu oleh pemerintah dalam waktu dekat, maka Krakatau Steel akan mengalami kesulitan yang jauh lebih sulit dibandingkan dengan saat ini,” imbuh Roy.

Roy mengatakan, harga baja dalam 4 tahun terakhir ini mengalami penurunan yang luar biasa. Di tahun 2011, harga baja sebesar US$896 per ton. Namun, per April 2015 harga baja turun dibawah US$400. Penurunan ini lebih dari 100%.

Padahal produksi baja nasional saat ini hanya sekitar 4 jutaan ton pertahun, sementara kebutuhan baja nasional sekitar 13 juta ton setahun artinya seharusnya pasar shortage sekitar 9 jutaan ton setahun.

Secara teori seharusnya lebih banyak permintaan dibandingkan persediaan, tapi yang terjadi malah harga baja terjun bebas. Dalam suatu proses produksi, fix cost tidak mungkin dipangkas mengikuti penurunan harga. Jadi, ini merupakan salah satu masalah luar biasa yang dihadapi industri hulu Krakatau Steel ini.

“Dalam hal ini, pemerintah harus benar benar melihat situasi ini secara lebih serius walaupun masih banyak prioritas yang harus diselesaikan. Tapi Krakatau Steel yang sudah beroperasi mulai tahun 1970 ini, memiliki karyawan organik, non-organiknya, serta vendor dan lainnya yang totalnya lebih dari 20 ribu orang yang bergantung pada perusahaan ini. Tahun lalu, Krakatau Steel juga mengalami kerugian sebesar US$143 juta,” ungkap Roy.

Hal ini terjadi karena salah satu faktornya, pemerintah selama ini agak lambat dalam memberikan perlindungan dan perhatian terhadap industri baja khususnya Krakatau Steel sebagai produsen baja milik negara yang juga dikategorikan indutri strategis. Sebanyak 9 jutaan ton baja impor membanjiri pasar lndonesia tanpa ada halangan berarti.

Belum lagi distribusi baja yang di lakukan secarara sembunyi-sembunyi atau selundupan. Serta upaya nakal produsen luar negeri yang bekerja sama dengan importir nakal yang mencampur alloy (alloy steel) agar dapat mengubah kode produk dengan tujuan menghindari pajak Bea Masuk dan mendapatkan BM 0 persen.

Secara umum baja impor lenggang kangkung dengan BM 0-5 persen.
Sementara di negara-negara lain seperti Malaysia mengenakan BEA Masuk sebesar 20%, bahkan dibeberapa negara lain seperti Thailand dan Korea juga mengenakan aturan anti-dumping sebesar 30-50%.

“Hampir di semua negara, industri baja merupakan industri strategis. Jadi indutsri ini sangat diperhatikan dan diproteksi oleh pemerintah. Karena orang menyebut baja sebagai the mother of industry. Makanya sampai saat ini Krakatau Steel masih disebut sebagai industri strategis. Saya kira pemerintah selama bertahun-tahun sudah terlalu longgar dalam memberikan kesempatan bagi baja produksi luar untuk masuk ke Indonesia,” tegas Roy.

Dampak industri hulu itu mempengaruhi banyak hal. Jadi, kalau industri hulu tidak dilindungi, maka industri hilir juga menjadi tidak kompetitif. Dalam APBN 2OI5, sektor infrastuktur mendapatkan porsi yang cukupl besar. Seharusnya baja nasional juga ikut menikmati situasi ini. Tetapi, jika pemerintah terus membiarkan dan tidak menaikan BEA Masuk baja impor dan mengatur tata niaga baja nasional, jangankan untuk bertahan, kemungkinan akan terjadi keterpurukan di tubuh Krakatau Steel.

“Pada APBN 2015, pemerintah mengalokasikan hampir 15% dari APBN untuk Infrastruktur. Ini artinya kebutuhan baja cukup signifikan. Tapi kalau pemerintah melindungi, potensi yang ada akan segera selesai,” kata Roy.

Roy juga memberikan contoh yang baru saja terjadi, proyek pemerintah Petra Gas milik Pertamina juga membangun pipa dari semarang ke gresik. Harga satu pipanya sebesar US$1 juta. Yang memenangkan bukan perusahaan Indonesia, melainkan perusahaan Korea. Itu menjadi alasan, jika pemerintah tidak segera ikut campur dalam waktu dekat ini, maka Industri ini akan terus mengalami keterpurukan.

“Jadi hal itu yang menjadi konsen untuk kita, bahwa pemerintah harus hadir dalam situasi yang terjadi ini. Bea Masuk harus dinaikkan minimal 20%. Karena itu bukan satu hal berbeda, negara lain juga kenakan biaya tinggi untuk Bea serta biaya untuk anti-dumping,” tegas Roy.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini