TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Bidang Investasi Asosiasi DPLK, Daneth Fitrianto menilai sangat mubazir ketika iuran program pensiun jaminan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan sebesar 8 persen.
Menurut Daneth, iuran dana pensiun yang tetap untuk saat ini yaitu 1,5 persen.
Dimana, 1 persen ditanggung oleh perusahaan dan 0,5 persennya ditanggung oleh karyawan.
"Jadi kalau 8 persen itu, tinggi dan berlebih. Padahal kan mau besar atau kecil sama saja, kan ini manfaat pasti bukan iuran pasti. Toh yang akan dibayar pada 2030, kalau belum sampai 2030 hanya dibayar iurannya saja," kata Daneth saat diskusi bertema BPJS Ketenagakerjaan, Solusi atau Masalah Baru?, Jakarta, Rabu (13/5/2015).
Menurut Daneth, dalam menetapkan iuran dana pensiun jangan melihat negara-negara yang telah melaksanakannya sejak lama, sehingga tidak tepat ketika harus mengikutinya. Amerika Serikat ketika memulai program dana pensiun, iuran awalnya sebesar 2 persen dan Kanada sebesar 3 persen.
"Janganlah membandingkan dengan negara yang sudah maju, dibandingkan dengan Malaysia juga tidak pas, karena negara sana iuran pasti bukan manfaat pasti," ujar Daneth.
Dengan begitu, Daneth menyarankan iuran dana pensiun sebesar 1,5 persen dan jika 8 persen maka ada pengumpulan dana yang begitu besar di satu lembaga, yang dapat menimbulkan penyimpangan.
"Lebih baik dananya itu, buat pengusaha untuk mengembangkan bisnis dan ini bisa mendorong perekonomian kita.