“Pemerintah diharapkan terus-menerus mendorong mendorong diversifikasi pangan, sehingga ketergantungan kita terhadap beras menjadi berkurang. Intinya, langkah meningkatkan produksi bahan pangan harus segera diwujudkan,” tutur dia.
Ia menambahkan, saat ini HIPPI banyak menggarap sektor pertanian dan perkebunan. Karena itu, potensi besar sektor pertanian sangat menjanjikan bagi perekonomian nasional. Meski demikian, lanjutnya, HIPPI sangat berharap dukungan nyata pemerintah dalam memberikan kemudahan dan keberpihakan bagi usaha pertanian HIPPI. Utamanya dalam menyerap hasil produk pertanian anggota HIPPI untuk menjadi konsumsi nasional.
“Dengan menyerap hasil produk pertanian HIPPI, berarti pemerintah juga terlibat aktif mendukung usaha masyarakat,” terangnya.
Yani menekankan, sebelumnya HIPPI pernah melakukan sosialisasi produk non beras dengan menyertakan Titiek Puspa. Namun sayangnya tidak bergaung. Seharusnya mengkonsumsi bahan pangan lain selain beras seperti: jagung, ketela, sagu, dan lainnya dapat dijadikan lifestyle.
“Bukan berarti mengkonsumsi bahan tersebut merupakan masyarakat terbelakang (miskin). Lifestyle ini dapat dimulai dari kalangan menengah ke atas,” tambah Yani lagi.
Kenali Bentuknya
Sementara itu, Pakar Kimia dari Universitas Indonesia Asmo Wahyu mendorong masyarakat untuk mampu mengenali secara sederhana perbedaan beras asli dengan beras yang dioplos material plastik.
Paling tidak, kata dia, ada 4 cara sederhana untuk mengenali beras plastik. Pertama, dari bentuknya, tampilan beras asli memiliki guratan dari bekas sekam padi, sedangkan beras plastik tidak terlihat guratan pada bulirnya dan bentuknya agak lonjong. Kedua, dari ujung-ujung bulir beras, pada beras asli terdapat warna putih di setiap ujungnya, warna tersebut merupakan zat kapur yang mengandung karbohidrat. Sedang beras bercampur plastik tidak ada warna putihnya.
Ketiga, jika beras asli direndam dalam air maka akan berubah warna menjadi lebih putih, sedangkan beras plastik hasilnya tidak akan menyatu dan airnya tidak akan berubah menjadi putih.
Keempat, jika beras palsu ditaruh di atas kertas maka terlihat beras tidak natural, berbentuk lengkung, tidak ada patahan.
"Kalau dipatahkan akan pecah menjadi bentuk kecil-kecil. Sementara beras asli bentuk bulirnya sedikit menggembung dan kalau dipatahkan hanya terbelah menjadi dua," jelas dia.
Bahan Lebih Mahal
Lebih jauh, kata Asmo, harga plastik sampai saat ini lebih mahal dari beras, meskipun itu merupakan bijih plastik daur ulang. Dan jenis plastik, kecuali untuk 23 jenis, katanya, bersifat anti air, tidak mungkin dapat dimasak, sweling mendekati tekstur nasi.
“Dikenal di Tiongkok saat ini artificial rice, berbahan baku utama tepung ubi, kentang, singkong, beras bubuk dan diproses dengan mesin mirip pemrosesan plastik. Yakni extruder dan dengan penambahan berbagai aditiv, utamanya plasticice seperti gliserin. Dan harganya pun masih di atas beras,” tandas Asmo.