News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dradjad Wibowo Fokus di IFCC Dorong 1 Juta HTI Peroleh Sertifikat PEFC

Editor: Rachmat Hidayat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dradjad Wibowo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Dradjad H Wibowo mengungkap, saat ini Indonesia semakin mendapat tekanan global lantaran dianggap gagal mengatasi pembalakan liar (illegal logging) dan perdagangan hasil hutan ilegal (ilegal trade). Dikatakan, para pelaku usaha bidang kehutanan dan industri pengolahan hasil hutan pun terkena imbasnya.

"Mereka semakin sulit menjual produknya ke pasar dunia, kecuali mereka bisa membuktikan bahwa produknya berasal dari hutan yang dikelola mengikuti sustainable forest management (SFM)," kata Dradjad H Wibowo pada Presentation of Inaugural PEFC/IFCC Sustainable Forest Management Certificate di Bali Room, Hotel Indonesia Kempinsky, (Senin, 8/6/2015).

Pembuktian tersebut, lanjutnya, diwujudkan melalui sertifikat SFM dan sertifikat lacak balak (Chain of Custody/CoC). Dengan kedua jenis sertifikat ini, imbunya, pelaku usaha dapat membuktikan kepada konsumen global bahwa dari hulu hingga hilir produknya berasal dari hutan SFM.

"Karena itu, salah satu alasan pendirian IFCC adalah untuk menjawab keluhan dan kebutuhan dunia usaha, yang ekspornya terancam karena belum mempunyai sertifikat," kata mantan Wakil Ketua Umum DPP PAN ini

Dradjad, yang kini menjadi Ketua Umum Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC) ini menjelaskan kembali, dirinya kembali menekuni pembangunan berkelanjutan (sustainable development/SD). Dan sebagai wadahnya, Dradjad kemudian mendirikan Sustainable Development Indonesia (SDI), yang memfokuskan pada kajian dan implementasi SD.

Dua komponen utama SD, yaitu keadilan intra-generasi serta keadilan antar-generasi, menjadi topik utama SDI. "Isu keadilan sosial (social justice) yang sering memicu pemberontakan saya sejak remaja, masuk di dalam komponen keadilan intra-generasi. Yaitu, keadilan antar kelompok masyarakat dalam sebuah generasi," ujarnya.

Pada 9 September 2011 lalu, melalui SDI ia mendirikan IFCC bersama beberapa koleganya. IFCC bergerak di bidang Pengelolaan Hutan Lestari (SFM) dengan fokus pada sertifikasi SFM. "IFCC didirikan untuk mendorong penerapan SFM di Indonesia.Pengelolaan hutan Indonesia dinilai dunia jauh dari kaidah-kaidah kelestarian," ungkapnya.

Terkait dengan persoalan di atas, Dradjad memberi contoh ekspor bubur kertas dan kertas (pulp and papers). Pada tahun 2013, nilai ekspornya sekitar 4,28 miliar dolar AS, dan pada tahun 2014 di atas 5 miliar dolar AS. Konsumen dari Amerika Utara dan Eropa Barat cenderung mensyaratkan sertifikat SFM, dan mereka menyumbang satu per tiga dari konsumsi dunia.

"Di Asia Pasifik, pasar Jepang dan Australia juga sudah lama mensyaratkan sertifikasi. Jadi, jika Indonesia tidak mempunyai sertifikat yang diakui dunia, ekspor senilai lebih dari Rp 65 triliun per tahun terancam. Dihitung kasar, tanpa sertifikasi Indonesia bisa kehilangan ekspor Rp 15-20 triliun per tahun," Dradjad menjelaskan.

Dampak dari hal ini terhadap penerimaan pajak, kredit perbankan, hingga lapangan kerja akan cukup besar belum pada sektor yang lain. "IFCC berdiriuntuk menjawab ancaman tersebut," jelasnya lagi.

Skema sertifikasi SFM dan CoC yang terbesar di dunia saat ini adalah skema PEFC (Programme for the Endorsement of Forest Certification) yang berbasis di Jenewa, Swiss. IFCC menjadi anggota dan National-Governing Body (NGB) PEFC sejak tahun 2012.

Pada bulan November 2013, IFCC mengajukan skema sertifikasinya untuk mendapat pengakuan dari PEFC. Pada tanggal 1 Oktober 2014, IFCC memperoleh pengakuan tersebut. Di internal PEFC, skema IFCC tergolong yang tercepat mendapat pengakuan, yaitu kurang dari 1 tahun sejak diajukan. Negara-negara lain memerlukan 2-3 tahun, Malaysia bahkan hingga 6 tahun.

"Seusai Kongres PAN di Bali, saya istirahat dari politik praktis, sehingga mempunyai waktu lebih untuk fokus pada  IFCC. IFCC menargetkan minimal 1 juta hektar areal Hutan Tanaman Industri (HTI) bisa memperoleh sertifikat PEFC pada tahun 2015," jelasnya.

"Tiga bulan saya istirahat politik, Indonesia sudah mempunyai tujuh perusahaan HTI yang berhak menerima sertifikat SFM PEFC/IFCC," ungkapnya lagi.

Ketujuh perusahaan tersebut berasal dari dua grup, yaitu APRIL (5 perusahaan) dan APP (2 perusahaan), dengan total luas area 610,8 ribu hektar. Penerbit sertifikat-nya adalah lembaga audit yang berbasis di Italia, dengan mitra lokal Indonesia, yaitu AJA Registrars Europe. Akreditasi terhadap skema IFCC ini diperoleh dari otoritas akreditasi Italia, yaitu Accredia.

"Melihat tren-nya, bukan tidak mungkin realisasi 2015 bisa mendekati 1,5 juta hektar," sambung Dradjad

Selain korporasi seperti APP dan APRIL, sebagai pemilik skema sertifikasi, katanya lagi, IFCC juga mendorong sertifikasi SFM terhadap hutan rakyat. Beberapa proyek hutan rakyat saat ini sedang dipersiapkan untuk sertifikasi.

Dijelaskan, kedibilitas dan akseptabilitas sertifikat PEFC/IFCC berasal dari konsumen dunia, pelaku pasar dan para stakeholders, baik lokal, nasional maupun global, baik pemerintah maupun non-pemerintah. Pemerintah Italia, salah satu negara anggota G7, bahkan resmi mengakreditasi skema IFCC melalui Accredia.

"Itu sebabnya, IFCC sebagai lembaga non-pemerintah akan konsisten menjaga independensi, kredibilitas dan akseptabilitasnya, sebagaimana sudah dicontohkan oleh ISO dan PEFC. Badan hukum IFCC adalah perkumpulan," pungkas Dradjad Wibowo.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini