TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Valuasi rupiah kian terpuruk di hadapan mata uang Negeri Paman Sam. Devaluasi Yuan yang seharusnya bisa mengangkat rupiah ternyata gagal terjadi. Pelemahan malah semakin lebar setelah rupiah menembus level Rp 13.600.
Di pasar spot, Selasa (11/8/2015) posisi rupiah terhadap USD tertekan 0,42% di level Rp 13.607 dibanding penutupan hari sebelumnya. Sedangkan di kurs tengah Bank Indonesia rupiah hanya melemah tipis 0,03% ke level Rp 13.541.
Trian Fathria, Research and Analyst Divisi Treasury PT Bank BNI mengatakan pelemahan mata uang regional Asia juga terjadi pada rupiah. Ini imbas negatif dari devaluasi yuan yang dilakukan oleh People's Bank of China.
Pada Selasa (11/8) PBOC memangkas nilai yuan sebesar 1,9%. Tingginya valuasi yuan memicu tekanan besar bagi ekspor China maka devaluasi pun dilakukan. Lihat saja, ekspor China Juli 2015 ambruk 8,3% sejak awal tahun 2015 atau berada di bawah ekspektasi pasar yakni hanya turun 1,5%.
“Efeknya pelaku pasar menilai perekonomian negara-negara dengan aset berisiko seperti Indonesia masih sangat rawan dan akhirnya ditinggalkan,” papar Trian. Sedangkan USD yang memang sudah menjadi primadona terlihat semakin menarik dan aman di tengah gejolak China.
Lagi pula dijelaskan Trian pelemahan yuan ini secara tidak langsung akan memberi kekuatan bagi rupiah untuk ungguli valuasi yuan. “Ke depannya ini buruk bagi ekspor Indonesia jika rupiah menguat terhadap yuan,” jelasnya.
Efek devaluasi yuan yang akan menekan ekspor Indonesia bisa dirasakan dalam jangka pendek atau satu hingga dua bulan mendatang. Bayang-bayang tertekannya ekspor ini memicu pelemahan rupiah yang kian tajam.