TRIBUNNEWS.COM -- Para pelaku usaha produk seni kriya atau handycraft mengalap cuan dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Sejak dollar AS menguat, omzet usaha eksportir seni kriya naik hingga 20%. Hanya, bersamaan dengan itu, daya beli di pasar ekspor juga melemah akibat krisis ekonomi global.
Dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) ibarat dua sisi mata uang bagi para pelaku usaha. Di satu sisi, pelemahan rupiah bisa membuat pengusaha yang mengandalkan pasokan bahan baku impor sempoyongan. Di sisi lain, pelaku usaha yang mengandalkan pasar ekspor bisa meraup cuan dari selisih penguatan dollar AS terhadap rupiah.
Efek positif penguatan dollar itu yang kini dirasakan para pelaku usaha kerajinan tangan di Indonesia. Salah satunya adalah Manampin Girsang, pengusaha seni kriya dengan bendera usaha Gabe Handycraft Indonesia.
Pria yang akrab disapa Pipin ini mendapatkan selisih untung dari melemahnya nilai tukar rupiah. Maklum, produk kerajinan tangan yang diekspor Pipin dibanderol dengan mata uang dollar AS. "Khusus ekspor di luar pasar Eropa, kami menjual produk dalam dollar AS. Sedangkan di pasar Eropa menggunakan Euro, tergantung dari kliennya," ujar Pipin.
Saat ini negara tujuan ekspor produk kerajinan tangan Gabe Handycraft Indonesia, antara lain, AS dan Amerika latin seperti Panama dan Republik Dominika, "Kami fokus ke negara- negara yang kondisi kursnya stabil," imbuh Pipin.
Berbagai produk handycraft made in Pipin yang laris di pasar ekspor adalah kerajinan dari kayu seperti sendok, garpu, nampan, dan sumpit kayu unik. Harganya dibanderol mulai dari US$2 hingga US$ 30 per item.
Hanya, kata Pipin, saat ini daya beli pasar ekspor juga sedang lesu akibat krisis global. Karena itu, agar bisa mengambil gain dari penguatan dollar AS, Pipin memasang strategi khusus. Salah satunya, memberikan potongan harga kepada buyer sebesar 20%-30%.
Dengan menerapkan strategi diskon tersebut, pada Agustus lalu, Gabe Handycraft Indonesia bisa mengantongi pesanan dengan nilai ekspor US$ 200.000. Dalam sebulan, Pipin bisa mengirim empat kontainer hingga lima kontainer produk seni kriya ke luar negeri.
Pengusaha seni kriya lainnya yang menikmati cuan dari penguatan dollar AS adalah I Made Kanan Jaya, pemilik Ayu & Bagus Collection di Bali. Made menjual berbagai produk kerajinan tangan dari kayu dan kerang khas Bali.
Made mengaku, usahanya meraih untung lebih dari penguatan dollar AS terhadap rupiah. Serupa dengan Pipin, Made juga membanderol produknya dengan kurs dollar AS. Keuntungannya naik hingga 20%. Dus, omzet usahanya naik dari Rp 10 juta menjadi Rp 15 juta per bulan.
Sebagian besar produk seni kriya diekspor Made ke Singapura, Malaysia, Jepang, China, AS, dan Eropa, "Tergantung buyernya dari negara mana, bisa pakai dollar AS atau kurs negara setempat. Tapi, untuk pasar dalam negeri, tentu pakai kurs rupiah," kata Made.
Di pasar ekspor, produk kerajinan tangan dibanderol Made berkisar US$ 5-US$ 100 per item. Made mengklaim, dalam sebulan ia bisa menjual lebih dari 100 item produk. Yang paling banyak diminati pasar ekspor ialah aksesoris kerang. "Untuk lampu kreasi kerang bisa terjual dua item- lima item per bulan. Harganya dari US$ 20 hingga US$ 100," imbuh dia.
Made berharap, ke depan pasar ekspor kerajinan tangan bisa tumbuh lebih baik. Sehingga, usahanya bisa terus berkembang. Nah, untuk bisa bersaing dengan produk kerajinan tangan dari negara lainnya, Made akan terus membuat produk yang inovatif agar pembeli di luar negeri tetap loyal. (Robi Gunawan)