TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir mengakui adanya potongan administrasi untuk setiap pelanggan yang melakukan isi ulang pulsa listrik. Potongan administrasi itu dikenakan setiap pelanggan melakukan isi ulang.
"Memang waktu beli pulsa tidak sekaligus Rp 120 ribu ada potongan administrasi berulang-ulang. Misalnya ketika ada rakyat miskin isi ulang Rp 30 ribu kena biaya administrasi, lalu beli lagi pilsa Rp 20 ribu dan kena biaya administrasi lagi," kata Sofyan di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (8/9/2015).
Meski begitu, Sofyan tidak ingin disebut bahwa pihaknya melakukan pencurian terkait biaya administrasi tersebut. Dirinya pun mengaku akan mengupayakan perbaikan sistem biaya administrasi tersebut.
"Bisa saja nantinya pembayaran administrasi melalui perbankan. Tujuannya hanya untuk meringankan masyarakat," tuturnya.
Diakui Sofyan, biaya administrasi itu tidak dapat dihilangkan secara sekaligus. Pihaknya mencoba untuk menghilangkan secara bertahap pemotongan biaya administrasi tersebut.
"Kalau bisa kita hilangkan, kita kurangkan. Nggak bisa dihilangkan sekaligus," katanya.
Sebelumnya, Menko Maritim Rizal Ramli meminta Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir untuk menetapkan biaya administrasi maksimal untuk pulsa listrik. Sebab, kata Rizal, masyarakat pelanggan pulsa listrik sistem prabayar sering kali mendapat pulsa listrik jauh lebih rendah daripada nominal yang dibeli.
"Mereka membeli pulsa Rp 100.000, ternyata listriknya hanya Rp 73.000. Kejam sekali, 27persen kesedot oleh provider yang setengah mafia," kata Rizal saat konferensi pers di Jakarta, Senin (7/9/2015).
Menurut dia, keuntungan yang diraup provider pulsa listrik sangat besar. Rizal pun membandingkan dengan pulsa telepon seluler. Pertama, tidak seperti pulsa listrik, pulsa telepon dapat dibeli dengan mudah di mana pun.
"Kedua, kita beli pulsa isi Rp 100.000, kita hanya bayar Rp 95.000 karena itu kan uang muka. Provider bisa taruh uang mukanya di bank dan dapat bunga," ujar Rizal.
Selain soal mahalnya biaya administrasi untuk pulsa listrik, Rizal juga menyoroti kebijakan pulsa listrik itu sendiri. Menurut Rizal, hal tersebut disebabkan adanya monopoli di tubuh PLN.
"Di zaman dulu sampai sekarang, masyarakat itu diwajibkan pakai pulsa karena ada yang 'main' monopoli di PLN di masa lalu," kata Rizal.
"Itu kejam sekali karena ada keluarga yang anaknya masih belajar pukul delapan malam pulsa listriknya habis, padahal tidak semudah nyari pulsa telepon. Nyarinya susah," ujar dia.
Atas dasar itu, dia pun meminta dua hal kepada Sofyan Basyir. Pertama, PLN harus menyediakan masyarakat pilihan listrik meteran atau pulsa listrik. Kedua, biaya maksimal administrasi pulsa listrik Rp 5.000 sesuai dengan kesanggupan PLN.
"Menurut saya, mohon segera dilakukan dua keputusan tadi," kata dia kepada Sofyan Basir.