TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kebijakan PLN yang mewajibkan para pelanggannya untuk menggunakan pulsa listrik sebagai metode pembayaran hanya membuat repot dan merugikan warga.
Pasalnya warga harus mengeluarkan dana lebih dari apa yang diperoleh.
Pelanggan hanya mendapatkan Rp 35 ribu dari pulsa listrik senilai Rp 50 ribu.
Begitupun halnya ketika membeli pulsa listrik Rp 100 ribu, pelanggan hanya memperoleh Rp 85 ribu.
Salah seorang pengguna pulsa listrik, Fandi (34) mengaku sistem tersebut menyusahkan.
Namun ia tidak mempunyai pilihan lain dan terpaksa menggunakan metode pembayaran demikian.
"Rugi banyak, kalau beli di PLN masih bagus tapi kalau di konter bisa turun lagi sampai ada yang Rp 34 ribu. Dulu sebenarnya pakai listrik biasa cuma karena pindah rumah jadi pasang baru," katanya, Selasa (8/9/2015).
Warga Ciracas tersebut mengungkapkan dirinya sudah hampir setahun belakangan menggunakan pulsa listrik.
Sayangnya metode itu dinilai Fandi lebih boros daripada biasanya.
"Kalau pakai pulsa Rp 50 ribu bisa tiga hari pakai, kalau pulsa Rp 100 ribu kadang bisa seminggu kadang bisa lima hari. Dulu kalau pakai bulanan, sebulan cuma habis Rp 300 ribu tapi sekarang bisa Rp 400 ribu," katanya.
Listrik di rumah Fandi sendiri memiliki daya 1.300 watt.
Sementara perabotan rumah tangga di rumahnya yang menggunakan daya listrik ada banyak mulai dari kulkas, televisi dua unit, mesin cuci, magic jar, kipas angin, hingga AC setengah pk.
Fandi menginginkan kedepannya metode pembayaran dengan pulsa listrik dihapuskan atau paling tidak masyarakat diberikan pilihan apakah ingin memakai sistem yang baru atau yang lama.
"Maunya balikin ke yang dulu lagi, soalnya rugi kalau yang sekarang. Sebenarnya kalau beli pulsanya enggak sulit, gampang, cuma banyak pengurangannya," katanya.