TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai tukar rupiah diprediksi masih terkapar. Paket ekonomi pemerintah yang diumumkan Rabu (9/9), gagal menahan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS).
Kemarin, rupiah melemah 0,5 persen ke Rp 14.332 per dollar AS di pasar spot, Kamis (10/9). Kurs tengah Bank Indonesia juga menunjukkan pelemahan rupiah 0,7 persen ke level Rp 14.322 per dollar AS.
Trian Fathria, Research and Analyst Divisi Tresuri Bank BNI, mengatakan, pasar kurang mengapresiasi paket kebijakan ekonomi pemerintah. Pasalnya, berbagai paket yang disampaikan pemerintah cenderung normatif dan pernah diwacanakan sebelumnya. Di sisi lain, penguatan dollar AS tetap terjaga menjelang rapat Federal Open Market Committee (FOMC) sekaligus pengumuman tingkat suku bunga The Fed.
Trian melihat, nilai tukar rupiah turut terkena sentimen negatif penurunan peringkat utang dari Brasil ke level junk oleh S&P. Pasalnya, Indonesia mirip dengan Brasil, yakni negara berkembang yang mengandalkan komoditas sebagai ekspor utama.
Agus Chandra, Research and Analyst Monex Investindo Futures, menambahkan, rupiah terseret penurunan bursa saham baik dalam negeri maupun bursa saham Jepang dan China. "Sentimen dari luar negeri masih seputar spekulasi kenaikan suku bunga The Fed dan perlambatan ekonomi di negara berkembang," ujar Agus.
Menurut Agus, rupiah kemungkinan dapat kembali bergairah setelah paket stimulus jilid kedua diumumkan akhir bulan ini. "Paket stimulus pertama gagal menuai respon positif, harapannya paket stimulus kedua akhir bulan nanti lebih jelas," imbuhnya.
Realisasi belanja infrastruktur pemerintah yang belum juga dikebut jadi tekanan lain bagi rupiah. Agus menduga pergerakan rupiah akhir pekan akan terkena imbas data klaim pengangguran mingguan AS. Dia memperkirakan, rupiah akan melanjutkan pelemahan pada Rp 14.200 - Rp 14.500. Trian juga menduga rupiah berpotensi melemah di kisaran 14.300 - 14.375 per dollar AS.(Wuwun Nafsiah)