TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - General Manager Bussiness Commercial Development Aviastar, Petrus Budi Prasetyo, membenarkan bahwa pihaknya harus mengembalikan satu izin usaha angkutan niaga berjadwal kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Hal tersebut menyusul hilangnya satu unit pesawat Twin Otter dalam perjalanan dari Masamba menuju Makassar, Jumat (2/10) lalu.
"Jadi kalau Aviastar punya dua izin berarti harusnya 13. Karena pesawat kami ada 10, maka salah satu izin harus dikembalikan," ujarnya di Kantor Aviastar, Jakarta, Minggu (4/10/2015).
Sebelum hilangnya pesawat Twin Otter PK-BRM dengan nomor penerbangan MV-7503, PT Aviastar Mandiri mempunyai tujuh unit pesawat Twin Otter dan tiga unit pesawat pribadi yang dapat disewa sewaktu-waktu. Sehingga hanya mempunyai 10 pesawat yang dapat digunakan.
Sedangkan regulasi penerbangan menyebutkan izin usaha niaga di bidang angkutan udara, setidaknya satu maskapai mempunyai 13 unit pesawat, 10 untuk penerbangan komersil dan tiga lainnya untuk non-jadwal.
Namun Petrus mengatakan bahwa pengembalian satu izin usaha tersebut tidak akan berpengaruh kepada jadwal yang sudah ada.
"Kami sudah mendapat surat dari dirjen perhubungan udara per 1 Oktober kemarin. Tapi itu tidak berpengaruh pada kegiatan pelayanan sebelum kejadian," kata Petrus
Untuk kegiatan penerbangan Aviastar selanjutnya, pihak manajemen akan terus berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan sebagai pemerintah yang memutuskan sebuah masalah.
Sesuai pasal 118 butir 2 UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, maskapai penerbangan berjadwal harus mengoperasikan minimal lima pesawat berstatus milik dan lima pesawat dikuasai.
Sedangkan bagi maskapai niaga tidak berjadwal dan khusus (kargo) harus mempunyai minimal satu pesawat berstatus milik dan dua pesawat sewa. Adapun kelaikan keselamatan pesawat-pesawat tersebut harus dipenuhi.
Aturan turunan dari ketentuan kepemilikan pesawat tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 97 Tahun 2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kepemilikan dan Penguasaan Pesawat Udara. Beleid tersebut diteken Menteri Jonan pada 3 Juni 2015 dan diundangkan satu hari kemudian yakni pada 4 Juni 2015