TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat ekonomi dari INDEF Enny Sri Hartati menilai harga barang tetap mahal meskipun harga bahan bakar minyak (BBM) sudah diturunkan pemerintah.
Melihat kondisi seperti ini, Enny ingin agar pemerintah turun tangan bukan hanya mengatur harga BBM tetapi juga harga komoditas lain yang berdampak kepada seluruh lapisan masyarakat.
"Ketika harga minyak dunia naik masyarakat harus membayar BBM mahal, pas harga turun kita tetap membayar tinggi," ujar Enny dalam diskusi "Energi Kita", di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu (11/10/2015).
Enny pun mengaku masih heran dengan penentuan harga BBM melalui mekanisme pasar. Karena dengan sistem acuan pada harga minyak dunia yang berlaku, masyarakat kecil yang paling terkena beban, apalagi sekarang pemerintah tidak mengeluarkan subsidi untuk BBM.
"Penentuan harga energi yang jadi persoalan, mengapa ditetapkan sesuai mekanisme pasar. Jadi kenanya kita di publik," kata Enny.
Sementara itu Agus Pambagyo menilai tarif transportasi publik yang tidak bisa turun disebabkan oleh tuntutan pengusaha yang tidak didengar pemerintah pada saat ingin menaikkan tarif.
Menurut Agus alasan tersebut karena tuntutan operator angkutan umum sudah menuntut adanya kenaikan tarif namun dibatasi. Sehingga saat harga BBM turun mereka tidak mau menurunkan tarifnya.
"Mereka (operator angkutan umum) minta naik 30 persen tarifnya, tapi hanya diizinkan naik 10 persen, karena itu nggak bisa turun," jelas Agus.