TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wajar bila DPR menolak usulan pemerintah terkait Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 40 Triliun untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Menurut Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Didik J Rachbini jumlah tersebut terlalu besar dan dianggapnya tidak masuk akal.
"Kalau minta Rp 40 triliun itu tidak masuk akal. BUMN itu menyetor uang, bukan mengambil uang," kata Didik kepada wartawan di kantor Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, Jakarta Pusat, Selasa (3/11/2015).
PMN dapat dikatakan wajar, bila memang hal tersebut merupakan sebuah kebutuhan mendesak. Ia mencontohkan bila ada BUMN yang bangkrut dan butuh uang untuk menanggung pesangon karyawan, maka PMN merupakan suatu hal yang wajar. Namun sekenario semacam itu, tidak terjadi saat ini.
BUMN menurutnya harus mendatangkan pemasukan sebesar-besarnya ke negara, melalui proyek-proyek pemerintah. Bila suatu BUMN membutuhkan uang untuk ekspansi bisnis, perusahaan tersebut bisa menjual asetnya ke masyarakat.
"Tol itu dijual (sahamnya), dia dapat uang lalu bikin baru. Silahkan saja beli. (Sedangkan) Meminta PMN itu adalah pekerjaan paling tidak kreatif dari BUMN," ujarnya.
Namun demikian pemerintah tetap harus memberikan modalnya ke BUMN melalui PMN. Untuk proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang dapat mendukung perbaikan ekonomi, seharusnya bisa didanai melalui PMN.
"Tapi sebelum meminta uang proyeknya harus disampaikan, tidak boleh gelondongan begini," ujarnya.