Laporan Wartawan Tribunnews.com, Sylke Febrina Laucereno
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejahatan perbankan melalui internet banking akhir-akhir ini tak pelak membuat masyarakat khawatir dengan keamanan simpanan mereka di bank. Di Indonesia, kejahatan perbankan menggunakan media internet
Salah satunya yakni pembobolan rekening PT Bank Permata Tbk (PermataBank) milik Tjho Winarto yang merupakan nasabah prioritas PermataBank.
Winarto mengalami pembobolan rekening sebanyak Rp 245 juta. Rekeningnya dibobol ketika dirinya melakukan perjalanan dinas ke Sorong 28 Agustus 2014. Kala itu, akun internet banking diretas oleh pembobol dengan melakukan reset password internet banking.
Dia mendapatkan laporan dari pihak Telkomsel, ada seseorang yang meminta pembuatan SIM Card nomor ponsel miliknya di Grapari Telkomsel Gambir, Jakarta Pusat 28 Agustus. Orang tersebut menyerahkan surat kuasa palsu dan fotokopi KTP milik Winarto.
Setelah pembuatan SIM Card selesai, terjadi proses pemindahan uang dari rekening Winarto ke tiga rekening yakni bank Danamon, Bank Tabungan Negara (BTN) dan Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Winarto mengatakan, saat ini Polda Metro Jaya sudah menangkap empat orang pelaku yang menguras uang di rekening miliknya. "Pelaku sudah ditangkap. Dari penerima surat kuasa palsu yang mengurusi sim card sampai ke orang yang menjebol sistem PermataBank," tambah dia.
Menurut Winarto, pelaku pembobol rekening miliknya bekerjasama dengan penyedia data. "Jadi pembobol bekerjasama dan mereka bagi hasil dengan penyedia data," kata Winarto.
Selain kasus Winarto, ada lagi modus kejahatan perbankan yang menggunakan perangkat lunak computer yang berhasil menguras Rp 5 miliar dana di tiga bank besar yang terjadi pada kuartal I tahun ini.
Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas sistem pembayaran berupaya melakukan berbagai kebijakan untuk meminimalisir risiko terjadinya tindak kejahatan perbankan (fraud) antara lain melalui koordinasi, edukasi, dan sosialisasi serta selalu mengikuti perkembangan terkini di industri Sistem Pembayaran.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI, Eni V Panggabean mengatakan penyelenggara jasa layanan sistem pembayaran memiliki peran yang penting untuk meningkatkan kemampuan sistem untuk mendeteksi fraud.
“Seperti pengembangan notifikasi transaksi melalui SMS dan melakukan edukasi ke nasabah,” kata Eni.
Dalam kaitan ini, Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) diharapkan untuk lebih berperan dalam koordinasi antar bank dan menyepakati mekanisme (bye laws) penanganan fraud.
Sebagai informasi, kasus kejahatan sistem pembayaran yang mungkin terjadi antara lain berupa skimming, phishing dan malware. Skimming adalah tindakan mencuri data nasabah, dengan memasang alat perekam data, umumnya dilakukan pada mesin EDC dan ATM.