TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyatakan optimis dapat bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya dalam menarik investasi di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yang akan segera diberlakukan akhir tahun ini.
Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan, optimisme BKPM didasari persepsi positif kalangan pelaku usaha terhadap potensi investasi di Indonesia, bahkan survey survey Price Waterhouse Coopers (PwC) yang dirilis dalam pelaksanaan KTT APEC lalu, Indonesia menjadi nomor dua tujuan investasi favorit setelah Tiongkok.
"Hasil survey tersebut sejalan dengan data FDI Markets Financial Times, di mana pada periode Januari-September 2015, FDI yang masuk ke Indonesia tertinggi di ASEAN, sebesar 20,96 miliar dolar AS atau 29,12 persen. Diikuti berikutnya oleh Vietnam 14,06 miliar dolar AS atau 19,54 persen dan Myanmar 9,22 miliar dolar AS atau 12,81 persen," ujar Franky dalam keterangan resminya, Jakarta, Sabtu (21/11/2015).
Menurut Franky, BKPM bersama kementerian atau lembaga terkait sedang menyusun Panduan Investasi, untuk mengakomodir dan memberikan kepastian hukum terhadap sektor-sektor usaha yang baru berkembang, seperti bisnis pemakaman, senior living dan ekonomi digital.
”Adanya panduan investasi yang jelas merupakan salah satu daya saing investasi sebuah negara. Seperti Myanmar yang secara tegas menyebutkan seluruh sektor usaha dapat dimasuki oleh investor asing, kecuali sektor distribusi. Indonesia pun akan memperjelas panduan investasinya, terutama sektor mana yang dibuka untuk asing dan mana yang tidak," ujar Franky.
Menurut Franky, di antara negara-negara ASEAN yang menjadi saingan berat Indonesia sebagai negara tujuan investasi adalah Vietnam dan Myanmar.
Dari analisisnya, Indonesia dan Vietnam selalu bersaing ketat dalam menarik outward investment dari tujuh negara mitra ASEAN yaitu Amerika Serikat, Jepang, Korea, China, Australia, Selandia Baru dan India.
"Kita masih kalah dalam upaya menarik investasi dari Korea Selatan, dibandingkan Vietnam. Tapi untuk daya tarik investasi dari China kita masih unggul. Tinggal bagaimana mendorong peningkatan realisasi investasi dari China yang masih relative kecil," kata Franky.